Hukum Jatuh Cinta pada Lawan Jenis Menurut Islam
Aditama mengatakan, jatuh cinta atau menyukai sesuatu pada dasarnya diperbolehkan, hanya saja jatuh cinta tersebut harus mengarah pada kebaikan.
Godaan terberat pada masa remaja adalah munculnya rasa ketertarikan pada lawan jenis. Sebenarnya rasa tertarik ini adalah fitrah, tetapi jika kita tidak bisa memanage perasaan tersebut, maka bisa menjadi mala petaka yang besar, jelas Adi.
“Menurut kamu wanita cantik itu yang seperti apa sih?” pertanyaan Adi yang membuat peserta kompak mengatakan ‘cieeee’.
“Yang berhijab, rajin shalat dan ngajinya bagus,” jawab Zubair Syafi, siswa kelas V-Buya Hamka.
“Masyaallah.. oke sekarang yang perempuan, menurutmu laki-laki ganteng itu seperti apa ?” tanya Adi lagi.
Kali ini Nana Syabila Eka (V-Mas Mansyur) menjawab, “Laki-laki yang Islam, rajin shalat, dan ngajinya bagus.”
Mendengar jawaban itu Adi menyampaikan sebuah hadist Rasulullah SAW: “Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu, kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR Muslim).
“Dari hadits ini kita dapat memperoleh informasi kalau setiap mata, telinga, lisan, tangan dan semua organ tubuh kita berpeluang untuk zina. Zina itu melihat, menyaksikan atau melakukan sesuatu yang haram, yang tidak dihalalkan,” terang Ustadz Adi.
Bagaimana Jatuh Cinta dalam Islam?
Adi menerangkan, jatuh cinta itu kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, orangtua, dan jatuh cinta dalam tanda kutip yaitu dalam hal kebaikan. Misalkan seperti jawaban kalian tadi “Ustadz aku suka sama anak itu karena dia pinter ngajinya.”
“Kalau yang disukai itu ngajinya bagus, insyaAllah masih selamat,” tutur Adi.
Di akhir acara, Adi menceritakan sebuah kisah. Ada laki-laki dan perempuan. Si laki-laki bertanya kepada perempuan: “Kenapa kamu berhijab? Padahal kamu lebih cantik jika tidak memakai hijab.”
Kemudian perempuan menjawabnya dengan cara yang sederhana. Ia melempar dua permen ke pasir. Permen pertama dalam kondisi terbungkus, sedangkan permen kedua dalam kondisi tidak terbungkus.
Si perempuan menyuruh laki-laki untuk mengambil permen pertama dan memakannya. Si laki-laki itupun melakukan apa yang diperintahkan si perempuan.
“Bagaimana? Enak?” tanya perempuan.
“Enak,” jawab si laki-laki.
Kemudian si perempuan menyuruh laki-laki untuk mengambil permen kedua dan memakannya. Tetapi si laki-laki menolak, permen itu sudah kotor terkena pasir karena tidak terbungkus.
“Permen itu sama halnya seperti seorang wanita. Jika seorang wanita mampu menjaga aurat dengan memakai pakaian yang tertutup dan berhijab, insyaallah akan menjadi perempuan yang lebih cantik dan terjaga,” jelas Adi.
“Semoga kita semua selalu ditunjukkan Allah SWT bahwa yang bathil itu bathil, yang haq adalah hak dan kita semua bisa selalu istikamah dalam menjalankan kebaikan,” doanya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni