Suprapto, Pakar Matematika dari Kaki Gunung Bromo oleh Lusi Aslihatul Jannah, kontributor Probolinggo.
PWMU.CO– Usianya sudah 73 tahun. Tapi Suprapto masih bersemangat mengajar. Hanya kesehatannya saja yang kadang menghalangi.
Dia konselor Matematika di MI Muhammadiyah 1 Kota Probolinggo. Tugasnya mendampingi guru untuk pembelajaran Matematika.
Pensiunan pengawas sekolah itu terdampar di MI Muhammadyah 1 Kota Probolinggo sejak tahun 2007.
”Saya diundang Pak Hanafi, Kepala Madrasah, untuk pelatihan Matematika bagi guru,” cerita Suprapto ketika ditemui di rumahnya, Jumat (11/3/2022).
Dia bersedia menjadi konselor MIM karena melihat guru-gurunya bersemangat. Apalagi Kepala MIM Hanafi yang antusias memajukan madrasah.
”Dulu waktu sekolah ini masih melarat dia ngundang saya dengan antusias tinggi. Alhamdulillah sekarang muridnya terus berkembang,” cerita Prapto.
Dia bertugas mendampingi guru kelas 4, 5 dan kelas 6. Memberikan model pembelajaran Matematika dengan cara cepat penyelesaian soal.
Nur Lazuardi Aini, guru MIM, menuturkan, Pak Prapto membantu guru menyelesaikan masalah pengajaran Matematika supaya mudah diterima murid.
”Dia menerangkan konsep Matematika dengan pembelajaran klasikal dan konseling yang baik untuk anak,” katanya.
”Siswa maju satu-satu dan dicari tahu kelemahan Matematikanya kemudian kami memberikan tambahan,” ujar Aini.
Siswa bisa menyampaikan kesulitannya memahami konsep Matematika lewat sesi konsultasi. ”Suka diajar Ustadz Prapto karena pinter dan gak suka marah,” komentar Aisyah Amanah Ramadhani, siswa kelas 6.
Bermula dari Sukwan
Suprapto menjadi guru sejak usia 19 tahun setelah tamat SMA. Kini dia sudah 53 tahun mengabdi di dunia pendidikan. Tahun 1968 dia menjadi guru SD di bawah kaki Gunung Bromo, Desa Menyono Kabupaten Probolinggo.
”Waktu itu cari pekerjaan sulit. Paling gampang itu guru. Itupun sukwan. Saya tamat SMA adanya cuma sukwan yang mau ngajar di Sukapura. Ya saya jalani saja,” kata Prapto.
Gaji pertama jadi guru di tahun itu Rp 225. Setiap hari ia harus berangkat mengajar pagi hari menempuh perjalanan 24 Km dari rumahnya di Dringu menuju Patalan. Ia naik dokar, satu-satunya angkutan yang ada di zaman itu.
Sampai di Patalan masih berjalan kaki menuju Desa Menyono sejauh 4 Km. ”Saya berangkat pagi sekali karena harus jalan kaki dan jalannya tidak seperti ini. Belum makadam,” tuturnya.
Setelah di Menyono, ia pindah ke SD Sumbersuko 2 Dringu menjadi kepala sekolah. Dari sini dipindah lagi ke SD Sumberagung Dringu.
Setelah itu dia diangkat menjadi pengawas sekolah oleh Dinas Pendidikan bertugas di Sukapura. Rumahnyapun pindah menetap di Menyono bersama keluarganya.
Dia juga dipercaya oleh Dinas Pendidikan sebagai penatar Matematika. Bahkan mengikuti program UNICEF.
Ketika menjadi penatar, ia mengenal banyak model pembelajaran Matematika dari beberapa daerah. Kecakapannya mengajar konsep Matematika kepada siswa ia dapatkan dari program ini.
Banyak daerah telah dia kunjungi selama menatar. Ke Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan daerah lainnya.
Kepala MI Muhammadiyah 1 Kota Probolinggo Hanafi mengatakan, Pak Prapto itu guru pejuang. Sekalipun rumahnya jauh, dia datang ke MIM tidak pernah terlambat.
”Bimbingannya di zaman Ebtanas membuat siswa MIM kita meraih nilai tertinggi sekota,” tuturnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto