Tauhid, Menjauhi Al-Ghuluw dan At-Taqshir, liputan Ain Nurwindasari, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO -Tauhid menghendaki bahwa posisi kita adalah yang equal (setara), di mana tidak ada yang lebih atas dan tidak ada yang lebih bawah. Ketika kita mengatakan ada orang yang lebih atas, kita sedikit mengangkat oang itu menjadi Tuhan.
“Di dalam konteks beragama di dalam Islam itu tidak ada al-ghuluw, tidak ada at-taqshir. Al-ghuluw itu beragama yang melebih-lebihkan, sedangkan at-taqhsir itu beragama yang mengurang-ngurangi.”
Demikian disampaikan oleh Dr M Saad Ibrahim MA dalam Pengajian Ramadhan Mugeb Schools yang diikuti oleh seluruh guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio) Gresik, Jumat (8/4/2022).
Saad menjelaskan umat Islam di dalam al-Quran disebut sebagai ummatan wasathan (umat pertengahan). Kemudian dia menyitir al-Baqarah ayat 143:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.’
“Ayat ini menghendaki kita itu umat wasathan, lalu di situ dikatakan, disebut umat wasathan itu karena dalam konteks beragama kita tidak al-ghuluw, tidak juga at-taqshir,” jelasnya.
Bukan Nasrani dań Yahudi
Mengutip pernyataan mufasir Abu Ja’far Ath-Thabari di dalam tafsirnya, Saad menjelaskan yang melakukan al-ghuluw adalah orang Nasrani, yang menempatkan Nabi Isa sebagai Tuhan.
“Nabi Isa yang kita percayai sebagai nabi, tapi orang Nasrani mengangkat sebagai Tuhan, maka inilah al-ghuluw. Jadi tidak boleh kita ngangkat yang seperti itu,” terangnya.
Saad melanjutkan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang memberikan contoh bagaimana kita memahami seorang Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW tanpa al-ghuluw. Saad menyitir al-Kahf ayat 110.
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ
‘Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.’
Menurutnya al-Quran seakan-akan mengajarkan bahwa Nabi Muhammad ialah manusia yang segi tubuh jasad sama dengan kita semua, hanya saja Nabi Muhammad diberi wahyu.
“Jadi itu saja. Dan hebatnya al-Quran memberikan deskrispsi Nabi Muhammad sebagai manusia yang juga memilki kesalahan-kesalahan, walaupun tentu nabi kita terjamin dari dosa-dosa besar, ma’shum, tapi dalam knteks manusia juga memiliki kesalahan,” terangnya.
Saad mencontohkan teguran yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad yang disebutkan di dalam al-Quran ‘Hai Nabi, mengapa engkau haramkan apa yang Allah halalkan bagimu? Engkau hendak mencari kesenangan hati istri-istrimu.’ (at-Tahrim 1), dan ‘Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. (Abasa 1).
“Ayat-ayat tersebut juga menyimpulkan bahwa nabi juga harus kita tempatkan sebagai manusia. Tentu ‘annamaa ilaahukum ilaahuwa wahid’ (bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa). Supaya kita tidak mengangkat Nabi kita seperti Nasrani.” Jelasnya.
Saad memperingatkan bahwa dalam tauhid agar tidak melakukan at-taqshir. Dia mencontohkan kaum yang melakukan at-taqshir adalah orang Yahudi yang meyakini Nabi Isa bukan nabi, bahkan lahir dari hasil perzinahan.
“Nah kita wasathan, tidak dilebihkan dalam konteks al-ghuluw, juga tidak menghinakan dalam konteks at-takhsir. Karena itu kaitannya dengan tauhid tadi, hanya Allah yang ada di atas kita, sedangkan eksistensi kita adalah di bawah Allah,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni