Siklus 10 Tahunan
Sejarah politik Indonesia pasca-Orde Baru mengenal silkus 10 tahunan dengan munculnya figur alternatif yang mampu menyedot histeria massa. Pada 2004 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) muncul sebagai fenomena satria piningit. Ia menjawab kerinduan publik akan munculnya pemimpin yang gung binantara yang mampu membawa praja menjadi negara yang makmur gemah ripah loh jinawi.
SBY adalah fenomena. Penampilannya sangat presidential ‘’mresideni’’. Ia menjadi idola ibu-ibu yang terpesona oleh tampilan fisiknya yang gagah. Ia menghipnotis publik dengan karisma dan wibawanya. Ia menata citranya dengan teliti dalam setiap penampilan. SBY adalah sosok satria piningit yang paripurna.
Siklus 10 tahunan SBY berakhir. Publik yang sudah bosan dengan penampilan yang serba formal, menginginkan pemimpin baru yang bisa menjadi alternatif. Enter Jokowi. Masuklah Jokowi. Dalam kondisi vakum itu muncullah Joko Widodo sebagai alternatif yang benar-benar berbeda dari produk sebelumnya. Jokowi adalah antitesa SBY yang mampu merebut perhatian publik karena tampilannya yang benar-benar beda.
SBY dengan segala atribut yang rumit adalah sebuah fenomena yang orisinal pada masanya. Tidak akan ada orang yang bisa mengemulasi gaya politik SBY. Ia produk zamannya, dan akan dikenang sebagai bagian dari sejarah panjang Indonesia.
Jokowi menjadi bagian dari episode baru Indonesia. Latar belakangnya sebagai ‘’lay-person’’ orang awam, menjadi magnet yang mampu menyedot perhatian publik. Jokowi menumbuhkan histeris dimana-mana. Setiap kali muncul, orang-orang akan histeris terhipnotis oleh kesederhanaannya.
Jokowi mewakili genre baru politisi Indonesia yang bersih dari pengaruh Orde Baru. SBY menjadi bagian dari produk lulusan ‘’Universitas Orde Baru’’, meminjam istilah almarhum Arief Budiman. Jokowi bersih dari pengaruh lama dan menawarkan pendekatan politik baru kepada publik pemilih.
Fenomena Luar Negeri
Beberapa negara internasional juga mengalami fenomena yang sama dengan Indonesia dalam hal kepemimpinan nasional. Barack Obama di Amerika menjadi fenomena besar ketika muncul sebagai presiden pertama Amerika yang berkulit hitam. Selama 200 tahun merdeka Amerika tidak pernah sekali pun punya presiden berkulit hitam, dan Obama menjadi fenomena sejarah dengan memecah kebuntuan dua abad itu.
Obama datang dari kalangan biasa. Politik Amerika selalu didominasi oleh pemimpin dari kalangan elite yang kaya raya. Obama membongkar tradisi itu. Ia anak seorang emigran Afrika yang tumbuh dalam tradisi ‘’American Dream’’ mimpi Amerika.
Obama berbicara dengan bahasa rakyat yang sederhana. Dengan kesederhanaan itu Obama bisa menyisihkan Hillary Clinton untuk mendapatkan tiket dari Partai Demokrat. Obama akhirnya memenangkan kepresidenan mengalahkan John McCain dari Partai Republik yang terkenal sebagai veteran perang dengan prestasi hebat.
Fenomena Obama terjadi juga di Kanada dengan munculnya Justin Trudeau menjadi perdana menteri Kanada pada 2013 dalam usia 42 tahun. Kepemimpinan politisi mapan yang sudah berpuluh tahun menguasai Kanada membuat pemilih bosan, dan menginginkan pemimpin yang lebih segar. Trudeau yang muda dan ganteng mengisi harapan publik itu.
Di Prancis muncul fenomena Emanuel Macron yang memenangkan kepresidenan pada 2017 dalam usia 40 tahun. Macron menjadi fenomena baru dengan penampilannya yang fresh dan orisinal. Model presiden kuno seperti Francois Mitterand pupus oleh citra Macron yang muda dan enerjik.
Anies Baswedan ialah genre politisi baru Indonesia yang bisa menjadi alternatif bagi kepemimpinan lama. Siklus 10 tahunan pemimpin Indonesia akan berulang dengan kemunculan Anies.
Setelah siklus 10 tahun SBY dan siklus 10 tahun Jokowi, akan muncul siklus baru yang diwakili oleh Anies Baswedan yang fresh dan orisinal. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post