Anies Baswedan dan Siklus Politik 10 Tahunan, oleh Dhimam Abror Djuraid
PWMU.CO – Kerumunan orang berebutan berdesak-desakan sambil berteriak-teriak histeris. Ibu-ibu melambai-lambaikan tangan mencoba meminta perhatian, dan bapak-bapak merangsek untuk maju ke barisan paling depan.
Dalam beberapa bulan terakhir pemandangan semacam itu lazim terlihat di beberapa wilayah di Indonesia. Orang berdesak-desakan saling berebut mendapatkan jatah minyak goreng murah. Tapi, pemandangan yang terjadi di Yogyakarta Jumat (8/4/22) berbeda. Kerumunan massa yang berdesak-desakan bukan sedang berebut migor atau mengantre BLT, mereka berebutan untuk mendekat dan bersalaman dengan Anies Baswedan.
Kerumunan itu adalah jamaah yang mengikuti shalat Tarawih di Masjid UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta sebagai bagian dari kegaiatan Ramadhan. Sejumlah tokoh politik dan pemerintahan dijadwalkan =memberi ceramah Ramadhan di acara itu. Selain Anies, tokoh lain yang memberi ceramah adalah Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, dan sejumlah lainnya.
Bagi Anies, datang ke UGM adalah sebuah coming home, mudik ke kampung, mengenang saat-saat menjadi mahasiswa pada 1990-an. Sambutan terhadap Anies meluap dari jamaah yang mayoritas kalangan mahasiswa. Muncul teriakan dari kerumunan, ‘’Anies presiden …’’ yang kemudian menjadi koor bersama.
Episode di Masjid UGM ini merupakan sekuel dari antusiasme publik dalam menyambut Anies di berbagai kesempatan. Beberapa waktu sebelumnya Anies mendapat sambutan meriah dari publik ketika menonton balapan MotoGP di Mandalika (20/3/22). Hal yang sama terjadi ketika Anies datang ke Kalimantan Timur untuk menghadiri acara kemah di titik nol Ibu Kota Nusantara (14/3).
Pole Position
Fenomena Anies menjadi hal baru dalam lanskap politik Indonesia. Dua tahun menjelang pemilihan presiden bakal calon mulai bermunculan. Di antara calon-calon itu dua orang berada pada pole position terdepan, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Dua-duanya alumnus UGM.
Tentu saja Prabowo Subianto masih tetap menjadi kandidat yang diharapkan oleh publik. Dalam berbagai survei, tiga nama itu selalu konsisten muncul saling bersaing memperebutkan pole position. Nama-nama lain yang muncul tidak ada yang pernah bisa menggeser tiga nama itu.
Prabowo adalah kuda hitam. Tapi kuda putih yang sesungguhnya adalah Anies dan Ganjar. Prabowo mewakili masa lalu dan duo Anies-Ganjar adalah potret masa depan. Kegagalan Prabowo dalam dua kali imenjadi catatan kaki tersendiri bagi publik. Sementara Anies dan Ganjar yang lebih fresh menjadi tumpuan harapan akan perubahan.
Anies dan Ganjar sudah mempunyai trade-mark masing-masing. Dalam setiap kesempatan publik Ganjar juga mampu menyedot perhatian publik. Ganjar menarik karena tampilannya yang charming. Ia sederhana, merakyat, dan mampu berbicara dengan bahasa rakyat.
Trade mark Ganjar ini lebih mirip seperti fotokopi Jokowi. Ganjar adalah prototype baru Jokowi. Mungkin kalau disamakan dengan gajet Ganjar adalah versi baru dari seri Jokowi. Sementara Anies adalah seri baru hasil dari produk baru yang berbeda dari seri lama yang sudah populer.
Ganjar memakai jurus-jurus lama yang sudah dipakai oleh Jokowi. Dengan melakukan emulasi itu Ganjar menempatkan positioning politiknya sebagai suksesor alamiah dari Jokowi. Sementara Anies memberikan penampilan yang berbeda dari produk politik sebelumnya. Anies menawarkan alternatif baru dari status quo lama.
Dua strategi marketing politik ini berbeda, dan sama-sama mampu menarik minat publik. Dua kandidat ini akan menjadi ‘’two horse race’’ dua kuda pacuan yang akan terus berbacu sampai finish. Perhelatan pilpres 2024 akan menjadi balapan dua kuda pacu Anies dan Ganjar. Kuda pacu lainnya adalah penggembira.
Baca sambungan di halaman 2: Siklus 10 Tahunan
Discussion about this post