Tak Dikuasai Negara
Minyak goreng berbahan dasar kepala sawit telah menguasai hajat hidup orang banyak tetapi cabang-cabang produksinya tidak sepenuhnya dikuasai oleh negara. UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dengan jelas dan tegas mengamanatkan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Harga minyak goreng yang sepenuhnya diatur swasta menunjukkan pemerintah gagal menjaga amanat konstitusi di atas.
Tanpa keberanian dan kemauan menegakkan UUD 1945 semakin lama harga-harga kebutuhan pokok masyarakat bisa dikendalikan swasta. Tidak sewajarnya negara dan pemerintah kalah dengan swasta pelaku usaha minyak goreng dari hulu hingga hilir.
Perkebunan sawit sebagian besar menggunakan fasilitas lahan milik negara yang artinya juga milik masyarakat. Negara dan pemerintah sebagai pemilik lahan atau tuan tanah sangat aneh jika tidak mampu mengendalikan para penyewa lahannya.
Terlihat aneh dan lucu juga janggal menyaksikan sebuah partai politik besar menggelar demo masak tanpa minyak goreng menyikapi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Terlebih pernyataan tokohnya kerap menyinggung dan menyindir masyarakat yang kurang kreatif menyikapi kondisi ekonomi.
Idealnya sebuah partai politik membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyikapi suatu masalah besar di tengah masyarakat yang menuntut campur tangan pemerintah dan pihak swasta besar serta berpengaruh.
Kegiatan demo masak lebih layak dilakukan kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau tim penggerak PKK juga organisasi Dharma Wanita bersama organisasi-organisasi wanita lainnya. Partai politik diharapkan menjalankan perannya di ranah politik yang strategis di tengah karut marut kondisi kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Pemerintah dan DPR yang berisi wakil partai-partai poltik perlu menyadarkan pihak swasta yang terkait dengan industri minyak goreng kelapa sawit dari hulu sampai hilir akan tanggungjawab sosialnya tanpa mengabaikan keuntungan bisnis.
Meskipun permintaan crude palm oil (CPO) untuk sektor industri dan bahan bakar nabati dari luar negeri tinggi, kebutuhan konsumsi nasional tidak seharusnya diabaikan. Demikian juga dalam penentuan harga, tidak adil jika harga untuk kebutuhan konsumsi nasional disetarakan dengan harga pasar internasional.
Tidak ada istilah terlambat untuk mewujudkan kedaulatan bidang ekonomi. NKRI harga mati dan NKRI harga diri sudah waktunya difokuskan untuk memajukan dan menguatkan sektor ekonomi, bukan sekadar jargon politik minim aksi.
Di bulan suci dan sebentar lagi Idul fitri para politisi sebaiknya perbanyak amal shalih, bukan menyakiti hati masyarakat yang tengah berbahagia di tengah keterbatasan mereka. Barangkali mereka sedang pura-pura bahagia dengan membeli baju lebaran untuk buah hati tercinta dari tabungan dana mereka yang semakin menipis bahkan tabungan terakhir yang nyaris habis karena tergerus harga kebutuhan pokok yang tinggi. Wallahu alam bishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni