Sekitar pukul 9 malam Sabtu 28 Januari Pengadilan Tinggi New York memutuskan untuk memberikan izin masuk bagi pendatang yang tertahan di bandara JFK. Keputusan tersebut disambut dengan gegap gempita para demonstran, yang juga dihadiri oleh petinggi-petinggi kota New York termasuk beberapa anggota kongress yang mewakili New York.
Walaupun tidak akui oleh Presiden Trump bahwa aturan ini secara khusus menarget komunitas Muslim, dipahami secara luas dan nyata oleh banyak kalangan bahwa keputusan tersebut adalah diskriminatif dan anti Islam.
(Baca juga: Ini Kata Imam Besar Masjid New York tentang Kekhawatiran Umat Islam Amerika terhadap Presiden Trump)
Diskriminatif karena dari sekian warga negara yang pernah terlibat aktifitas teror di Amerika Serikat, termasuk di antaranya Afganistan dan Pakistan tidak masuk ke dalam list. Bahkan negara yang paling berbahaya bagi Amerika saat ini karena kemampuan mengembangkan senjata nuklir dengan jangkauan jarak jauh, Korea Utara, juga tidak masuk ke dalam daftar yang terlarang.
Bahkan kita ingat juga bahwa pelaku mayoritas serangan 9/11 tahun 2001 lalu adalah warga Saudi. Tapi kenyataannya Saudi juga tidak masuk ke dalam daftar yang dilarang masuk Amerika Serikat.
(Baca juga: Harapan Itu Selalu Ada: Optimisme Imam Besar Masjid New York tentang Kondisi Terkini Indonesia dan Amerika Serikat)
Sementara ini ada yang mengira jika keputusan diskriminatif itu didasari oleh kepentingan pribadi Donald Trump. Di mana negara-negara yang Donald Trump tidak masukkan ke dalam list, termasuk Saudi dan Mesir, karena memang punya hubungan bisnis.
Keputusan ini juga jelas anti Islam karena semua yang dimasukkan dalam daftar negara-negara terlarang jtu adalah negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Bahkan Donald Trump akan memperluas larangan tersebut tanpa penjelasan rinci apa maksud memperluas itu.
Boleh jadi besok lusa akan dikeluarkan peraturan larangan bagi seluruh warga yang beragama Islam masuk Amerika. (*)