Tanda Kesempurnaan Iman; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ أَحَبَّ فِي اللَّهِ وَأَبْغَضَ فِي اللَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ رواه ابن ماجه
Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menolak karena Allah, maka sempurnalah imannya.” (HR Ibnu Majah)
Kesempurnaan Iman
Istakmala yastakmilu berarti atammahu wa anhaahu yakni sempurna atau mencapai puncak. Sehingga istakmala adalah merupakan kesempurnaan atau complementarity. Dan dalam hadits di atas adalah kesempurnaan iman. Sungguh suatu pecapaian kualitas seorang hamba yang sangat luar bisa. Dan pecapaian inilah yang dapat mengantarkan seorang hamba mendapatkan kebahagiaan yang hakiki atau sejati.
Hadits di atas menjelaskan tentang iman yang sempurna. Tentu berarti ada iman yang tidak sempurna. Maka kadar iman seseorang sangat menentukan pada kualitas spiritualitasnya. Sehingga keberpihakan pada nilai kebenaran dan sekaligus menegakkan dalam diri dan keluarga serta lingkungannya sangat tergantung pada kualitas spiritualitasnya tersebut. Jika seseorang acuh tak acuh pada nasib tegaknya agama ini, maka hal ini menjadi indicator bahwa iman ini sangat lemah.
Kualitas Iman, Semangat Ibadah
Hal ini juga ditandai dengan semangat kita dalam beribadah kepada Allah juga sangat lemah. Karena pertama yang harus ditegakkan adalah ibadah mahdhah yang seharusnya sudah menjadi kebutuhan bagi setiap Mukmin. Kebutuhan akan sandaran vertikal untuk menjalin hubungan dengan Dzat pemilik kebahagiaan yaitu Allah Subhanahu wa Taala. Dengan begitu maka kepedulian dan kepekaan kita akan pentingnya menegakkan dienullah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam misi kehidupannya.
Introspeksi diri
Maka kita perlu menengok ulang terhadap kualitas diri tersebut. Sejauh mana kualitas yang sudah kita raih dalam posisi diri di hadapan Allah Subhanahu wa Taala. Apakah semakin dekat atau bahkan semakin jauh. Semua itu yang tahu persis adalah diri kita sendiri. Termasuk apakah ibadah yang kita lakukan selama ini dapat mengantarkan diri kita semakin menyadari akan tugas dan tanggung jawab kehidupan ini atau semakin acuh saja. Semua itu yang dapat merasakan adalah diri kita sendiri.
Diharapkan dengan kita mengetahui kualitas diri kita tersebut kita akan terus berusaha berbenah. Berbenah untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sehingga harapannya iman yang telah tumbuh ini akan terus berkembang dan terus berkembang tumbuh sampai posisi istikmalal iman atau kesempurnaan iman.
Dan tentu harapan kita, semakin bertambahnya usia ini proses tumbuhnya iman ini terus berlangsung dengan semakin meningkat dan bukan sebaliknya malah menurun. Maka upaya ini haruslah sungguh-sungguh sambil terus selalu instropeksi diri. Kesungguhan inilah hal yang terpenting dari proses yang sedang berlangsung tersebut.
Baca sambungan di halaman 2: Iman dan Cinta