Bisakah Muhammadiyah seperti Katolik? Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Satu per satu pertanyaan kritis peserta bermunculan di sesi diskusi Baitul Arqam PCIM sedunia, Ahad (17/4/22). Di tengah impitan waktu, Ketua Lembaga Pengembangan Cabang Ranting (LPCR) 2015-2020 Dr Phil Ahmad Norma Permata MA menjawabnya di ruang Zoom itu.
Heri, mahasiswa asal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sedang menjalankan tugas belajar di Korea mengungkap, di sana banyak yang merupakan seorang pelajar, sehingga mengalami tantangan tingginya turn over.
“Mahasiswa yang pasca dua tahun, yang PhD 3 atau 5 tahun, artinya cepat perputarannya. Kita baru membangun (SDM) berapa lama, dia sudah pulang. Mungkin kalau kita sudah punya permanent resident (penduduk yang berdomisili tetap di Korea) bisa beda cerita,” ujarnya.
Ahmad Norma Permata meyakinkan, “Kalau punya data yang update seperti informasi tentang data dan program yang berjalan, siapapun yang hadir memimpin di situ bisa langsung melanjutkan!”
Norma—sapaan akrabnya—percaya, kalau data itu tetap ada, ditambah komunikasi tetap terjalin, maka program akan tetap berjalan.
Potensi Buruh Migran
Dalam kesempatan itu, Heri juga mengungkap, selain mahasiswa, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Korea punya basis massa buruh migran. “Di Korea, teman-teman buruh migran cukup mendominasi,” imbuhnya.
Dia pun mengungkap keresahannya. “Kita semacam ada ketimpangan. Teman-teman buruh migran kayak sungkan ketika mengobrol dengan kita mungkin karena (latar belakang) pendidikan atau yang lain sehingga merasa jauh,” jelas dia.
Padahal, Heri dan teman-teman pelajar di Korea tidak memandang perbedaan latar belakang para aktivis Muhammadiyah di sana. Dia menyadari setiap aktivis punya potensi yang bisa dimaksimalkan.
Hal ini diperkuat ungkapan Berta Siagian—juga dari PCIM Korea—di kolom obrolan Zoom. “Masalahnya sama dengan yang dihadapi PCIA (Pimpinan Caban Istimewa Asiyiyah) Hongkong. Murni semuanya teman-teman migran yang bergabung,” imbuhnya.
Baca sambungan di halaman 2: Muhammadiyah Bisa seperti Katolik?