Analisis Abu Yusuf Zaman Abbasiyah
Tindakan Kejaksaan Agung terhadap para terduga yang dianggap bertanggung jawab atas kelangkaan minyak goreng telah sesuai dengan kaidah syariah. Abu Yusuf seorang cendekiawan Muslim penasi hat kekhalifahan Dinasti Abbasiyah yang hidup pada tahun 113H sampai tahun 182 Hijriah memberikan pandangannya terhadap mekanisme pasar dalam kitab Al-Kharaj.
Kecenderungan yang ada pada dalam pemikiran ekonomi Islam yaitu membersihkan pasar dari praktik penimbunan, monopoli, dan praktik korup lainnya, dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Kejadian kelangkaan kebutuhan masyarakat sebagai hal “biasa” dalam mekanisme pasar yang wajar.
Pemerintah berkewajiban mengawasi dan menyingkirkan penyebab atau penghalang bekerjanya mekanisme pasar yang wajar. Pada masa Daulah Abbasiyah, fenomena demikian telah ditulis oleh penasihat kerajaan dengan sangat baik. Poin analisis ekonomi Abu Yusuf adalah pada masalah pengendalian harga (tas’ir). Dalam kitab Al-kharajdijelaskan bahwa hasil panen pertanian yang berlimpah bukan alasan untuk menurunkan harga panen dan sebaliknya kelangkaan tidak mengakibatkan harga melambung.
Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah.
Pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva demand atau permintaan. Fenomena ini dikritisi oleh Abu Yusuf dengan mengenalkan kurva supply atau penawaran serta praktik ekonomi yang sehat dalam unsur pembentuk harga pasar wajar.
Negara hadir dalam pengendalian harga kebutuhan pokok masyarakat telah sesuai tuntunan agama juga dijamin UUD 1945. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara sebagai amanat UUD 1945. Harga-harga kebutuhan pokok yang terjangkau dengan pengawasan pemerintah dalam jangka panjang bisa membentuk tabungan masyarakat semakin kuat. Dari tabungan masyarakat yang kuat, pemerintah bisa mendapatkan modal kerja pembangunan tanpa ketergantungan yang tinggi pada utang luar negeri.
Kabar baik lainnya, pemerintah memberlakukan larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak goreng sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Kebijakan ini semoga menjadikan persediaan bahan baku minyak goreng berbahan kelapa sawit cukup untuk mengembalikan harga minyak goreng ke harga sebelum kenaikan. Harapan masyarakat pemerintah konsisten dengan kebijakan ini, tidak mudah diintervensi pihak-pihak yang tergoda ekspor dengan harga yang tinggi di pasar luar negeri.
Masyarakat khawatir kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak sawit mentah dan minyak goreng cepat berubah sebelum harga minyak goreng kembali terjangkau. Sebelumnya terdapat kebijakan larangan ekspor batubara oleh Presiden tetapi bisa dibatalkan oleh seorang Menko dengan alasan negara butuh uang. Tipis perbedaan antara pemerintah, pengusaha atau aparatur negara tentang siapa yang sesungguhnya tertekan atau mendapat tekanan karena butuh uang. Wallahu alam bishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni