Habis Puasa Terbitlah Sikap Antisuap; Oleh Dr H Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
PWMU.CO – Ayat al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban puasa terkumpul dalam satu kelompok ayat, yaitual-Baqarah 183-187. Ulasan para mufassirin tentang kelompok ayat puasa tersebut cukup memadai, bahkan komprehensif, terutama aspek fikihnya. Namun demikian ada tiga hal yang kurang memperoleh perhatian. Yaitu makna kamā kutiba ‘alallażīna min qablikum, makna kata la’allakum tattaqun dalam kelompok ayat tersebut, dan keterkaitan atau munasabah antara kelompok ayat tersebut dengan kelompok ayat yang berikutnya. Hal tersebut merupakan bagian dari rahasia-rahasia dibalik ayat puasa.
Pada tulisan sebelumnya telah dikaji makna kamā kutiba ‘alallażīna min qablikum dan makna la’allakum tattaqun. Sekarang kita bahas keterkaitan atau munasabah antara kelompok ayat tersebut dengan kelompok ayat yang berikutnya:
Munasabah atau kaitan antara kelompok ayat puasa dengan ayat berikutnya. Dalam hal ini adalah antara kelompok ayat puasa al-Baqarah 183-187, dengan ayat berikutnya yaitu al-Baqarah 188.
Salah satu keistimewaan al-Quran adalah lembutnya perpindahan dari satu tema bahasan kepada tema bahasan yang berikutnya, dan selalu ada hubungan di antara kedua tema bahasan tersebut. Dalam hal ini adalah tema bahasan puasa dengan tema bahasan larangan mencari harta ewat cara yang batil. Tentu terdapat hubungan antara puasa dengan larangan mencarai harta lewat cara yang batil tersebut. al-Baqarah 188, adalah sebagai berikut:
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.
Selepas dari ayat-ayat puasa Allah SWT kemudian memunculkan ayat larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, yang telah diharamkan sepanjang masa dan di manapun kejadiannya. Berbeda halnya dengan puasa, di mana larangan makan dan minum dibatasi oleh waktu tertentu, yaitu sejak terbitnya fajar, hingga tengelamnya matahari.
Seakan-akan dikatakan kepada orang yang berpuasa, “Wahai kalian yang telah taat kepada perintah Allah dan telah meninggalkan makan dan minum sejak terbitnya fajar, hingga tengelamnya matahari, maka taatlah juga kepada perintah Tuhanmu untuk tidak memakan harta orang lain dengan cara yang batil, yang hal tersebut diharamkan dalam segala keadaan, dan sama sekali tidak diperbolehkan pada waktu-waktu apapun.”
Walaupun maksudnya adalah larangan makan harta orang lain, namun dalam penyebutannya Allah menyandarkan harta itu kepada dhamir mukhatab atau kata ganti orang kedua, yaitu harta kalian (amwaalakum). Tujuannya menggugah jiwa setiap orang beriman. Bahwa mereka sepatutnya mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Sehingga ia menghormati harta saudaranya sebagaimana menghormati hartanya sendiri. Karena tindakannya memakan harta orang lain tersebut, menyebabkan orang lain akan berani memakan hartanya saat ia mampu.
Baca sambungan di halaman 2: Batilnya Suap
Batilnya Suap
Kemudian Allah SWT menyebutkan jenis yang paling busuk dari semua jenis makan harta orang lain secara batil, yaitu dengan memberikan suap kepada hakim, jaksa, dan penyidik agar memberikan putusan yang tidak benar kepada lawannya. Mereka melibatkan hakim dalam memutuskan hukum yang tidak sesuai kebenaran dengan satu tujuan, yaitu makan harta saudaranya dengan cara yang batil.
Penggalan ayat وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ ”Dan janganlah kamu membawa harta itu kepada para hakim” menunjukkan umumnya suap kepada aparat penegak hukum itu mesti harta dalam jumlah besar. Karena tudlu berasal dari kata dalwun yang artinya timba atau ember.
Pelajaran dari al-Baqarah 188, antara lain: pertama, haram hukumnya makan harta sesama manusia secara batil. Baik dengan mencuri, merampas, menipu, serta cara illegal yang lainnya.
Kedua, bentuk paling busuk dari makan harta orang secara batil adalah suap (rasuah) kepada aparat penegak hukum. Disebut paling busuk, karena korbannya tidak hanya satu pihak, melainkan seluruh manusia dari generasi ke generasi, yaitu hancurnya keadilan.
Ketiga, bahwa di antara indikator keberhasilan puasa seseorang adalah tidak lagi terlibat pada pencarian harta secara batil, terutama praktik suap menyuap di lembaga peradilan. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni