Akhlak Orang Shalih
Sifat pemaaf juga merupakan akhlaknya para ulama dan orang-orang shalih. Di zaman Abbasiyah, Khalifah al-Mu’tashim pernah menjebloskan Imam Ahmad ke dalam penjara dan memukulnya dengan cemeti (cambuk) sampai pingsan, serta darah mengalir di sekujur tubuhnya. Namun, Imam Ahmad berkata: “Aku jadikan kehormatanku halal untuk Abu Ishaq, yakni al-Mu’tashim, dan aku telah maafkannya”.
Imam Malik juga pernah dimasukan ke dalam penjara dan dipukul dengan cambuk sampai tangannya patah, namun beliau memaafkan orang yang menyiksanya. Bila dikumpulkan kisah-kisah mereka, sangatlah banyak para ulama yang menunjukan sifat pemaafnya saat menghadapi siksaan penguasa pada masanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Aku tidak senang bila membela diriku semata dari seseorang dengan sebab karena kedustaan yang ditimpakan padaku, atau kedzaliman serta permusuhan terhadapku. Sesungguhnya aku telah menghalalkan setiap muslim (yang pernah menyakitiku). Saya mencintai kebaikan bagi setiap muslim, dan mengharapkan setiap mukmin melakukan kebaikan seperti yang aku cintai bagi diriku. Adapun orang-orang yang mendustakan dan berbuat dhalim atasku maka mereka semua telah aku maafkan” (Ibn Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXVIII/55).
Rasulullah SAW memberikan wasiat kepada Jabir bin Sulaim:
وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya” (HR. Abu Dawud No. 4084 dan al-Tirmidzi No. 2722). Al-Albani mengatakan bahwa sanad hadis ini shahih (al-Albani, al-Silsilah al-Shahihah, II/399).
Tidak mudah memang, saat ada orang mendzalimi kita, lantas kita tidak membalasnya. Namun, hadis tersebut mengajari kita, ketika dipermalukan dan dihina, kita tidak perlu membalas dengan menghina dan mencela orang tersebut walaupun kita tahu kekurangan yang ada pada dirinya dan bisa menjatuhkannya. Biarlah akibat jelek dari mencela dan menjatuhkan itu, akan ditanggungnya di akhirat, demikian pesan Nabi saw.
Ibnu ‘Abbas RA mengatakan: “Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, dan membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, serta memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini”.
Ibnu Katsir mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yang menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa” (Ibn Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, VI/ 529-530).
Jika kita sanggup memaafkan orang lain, Allah menjanjikan dengan firman-Nya: “Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Al-Syura: 40).
Baca sambungan di halaman 3: Kisah Nabi Tertawa dan Menagis