Qunut Witir
Adapun qunut witir ialah berdiri sementara pada shalat Witir sesudah rukuk pada rakaat terakhir dengan membaca doa Allahummahdinaa fiiman hadait … dan sterusnya, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
Pelaksanaan qunut witir bagi sebagian umat Islam ialah berdasarkan hadits:
Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat Witir, yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi” (HR Abu Daud No 1425, An Nasai No 1745, at-Tirmidzi No 464)
Para ulama di antaranya adalah Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa qunut witir adalah sejenis doa yang dibolehkan dalam shalat. Siapa yang mau membacanya, silakan. Dan yang enggan pun dipersilakan. (Majmu’ Al Fatawa, 22: 271) (Baca: rumaysho.coml
Demikian pula Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan qunut witir merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW (Fatawa Nur ‘alad Darb, 2/1062) (baca: rumaysho.com)
Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan membaca doa qunut Witir, yang dibaca sesudah iktidal sebelum sujud pada rakaat terakhir di malam shalat Witir baik di akhir bulan Ramadhan maupun pertengahannya tidak disyariatkan. Karena itu tidak perlu kita mengamalkannya.
Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzy, riwayat An-Nasaiy, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang kurang kuat karena ada perwai-perawi yang dipandang dhaif (TJA II, h. 76).
Hadis-hadis yang dijadikan alasan bagi qunut witir diperselisihkan oleh ahli-ahli hadis. Muktamar masih merasa memerlukan penelitian dan mempertimbangkan dasar perbedaan penilaian ahli-ahli hadis tersebut. Maka diambil keputusan tawaqquf untuk membahas pada lain kesempatan (HPT; 380, TJA VI, 44).
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni