PWMU.CO – PDNA Surabaya berbagi 50 bingkisan paket sembako senilai Rp 100 ribu per paket kepada masyarakat yang membutuhkan.
Paket sembako yang juga sebagai kado Ramadhan itu, secara simbolis diserahkan kepada perwakilan tiap PCNA. Yakni di sela-sela kegiatan kajian Ramadhan yang berlangsung di Aula Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, Ahad (24/04/22).
Paket sembako itu diharapkan nantinya bisa disalurkan oleh setiap perwakilan Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) kepada warga yang membutuhkan di sekitar wilayah mereka.
Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kota Surabaya Adinda Purnama Kaisuku mengatakan, kegiatan semarak Ramadhan Nasyiatul Aisyiyah ini kembali dihadirkan seperti pada ramadhan sebelumnya.
“Karena ini merupakan momen yang sangat dinanti untuk bersilaturrahim bersama pimpinan cabang, sekaligus berbagi bersama kaum dhuafa dan anak yatim piatu,” katanya.
Dia berharap, semoga apa yang diberikan ini membawa keberkahan dan kebermanfaatan bagi penerimanya.
“Tak lupa kami sampaikan jazakumullahu khairan katsiran kepada para donatur yang telah turut serta memberikan sebagian rizkinya pada kegiatan BansoNA ini,” ucapnya.
Dia juga menyampaikan terima kasih kepada PCNA Se-Kota Surabaya yang telah menyemarakkan kegiatan Ramadhan 1443 H ini, “Karena kebajikan adalah milik orang-orang yang bertaqwa (al-Birru Manittaqo),” ujarnya.
Kegiatan Rutin Ramadhan
Sementara itu, Sekretaris PDNA Surabaya Fitriya menambahkan, kegiatan yang bernama Bantuan Sosial Nasyiatul Aisyiyah (Bansona) ini merupakan kegiatan tahunan atau kegiatan yang memang biasa dan rutin dilakukan saat Ramadhan.
“Sekaligus ini juga merupakan program kerja dari Departemen Dakwah. Selain kegiatan Bansona, ada juga kajian Ramadhan yang dilakukan terlebih dulu sebelum kegiatan bagi-bagi paket sembako ini,” kata Fitri.
Bertajuk Kemilau Ramadhan Nasyiah Surabaya, imbuh Fitri, PDNA Surabaya juga mengajak semua perwakilan dari tiap cabang yang hadir untuk buka bersama sekaligus sharing dan membicarakan tentang perkembangan pergerakan Nasyiah di cabang masing-masing.
Hadir sebagai pemateri dalam kajian tersebut bunda Luluk Humaidah. Dalam kajiannya, bunda Luluk sapaan akrabnya menjelaskan cara meraih kemuliaan 10 hari terakhir Ramadhan untuk perempuan.
Luluk mengatakan, tidak ada dalil yang menjelaskan secara khusus tentang keutamaan atau kemuliaan hari terakhir Ramadhan bagi perempuan. “Semua wajib berpuasa dan beribadah agar menjadi hamba yang bertakwa,” ujar Luluk.
Dia menuturkan, makna dari 10 hari pertama adalah rahmat, 10 hari kedua adalah pengampunan, 10 hari ketiga adalah pembebasan dari api neraka merupakan sebuah hadits yang maudhu atau lemah.
“Karena ini bertentangan dengan hadits Man shoma romadhona iimaanan wahtisaban, ghufiro lahu ma taqoddama min dzanbih,” imbuhnya.
Menurut Luluk, jika kita tidak bisa memanfaatkan satu bulan Ramadhan ini dengan baik maka kita akan merugi. Dan yang tau kualitas ibadah kita hanya kita dan Allah saja.
Amalan di Bulan Ramadhan
Dia juga menyebutkan amalan-amalan yang harus dilaksanakan saat bulan Ramadhan, yang pertama adalah memberi makan kepada orang yang berpuasa.
“Adapun pahala bagi yang memberi makan adalah sama seperti orang yang berpuasa. Untuk standarnya sama seperti apa yang kita makan, jadi kalau kita biasanya makan habis 50ribu, ya kita juga memberi makan dengan jumlah yang sama,” ujar Luluk.
Kedua, memberikan sedekah. Dalam hal ini Luluk menjelaskan sebuah hadits keutamaan sedekah adalah di bulan Ramadhan.
“Sebelumnya perlu kita tahu bahwa antara sedekah, infak dan zakat ini berbeda. Jika zakat dan infaq sudah ditentukan waktunya, namun tidak dengan sedekah, sedekah adalah memberikan apa yang kita miliki kepada seseorang yang membutuhkan,” jelasnya.
Ketiga, memperbanyak tadarus al-Quran dan keempat adalah qiyamul lail.
“Nah, untuk qiyamul lail ini tidak hanya bisa dilakukan saat malam hari saja, namun setelah isya pun kita juga sudah bisa melakukannya,” ujarnya.
Kelima, memperbanyak doa. Karena banyak sekali keutamaan, di antaranya doa orang yang berpuasa sampai berbuka itu mustajab.
Keenam, meningkatkan ibadah di sepuluh hari terakhir yakni dengan menghidupkan malam hari dengan dzikir dan ibadah yang disyariatkan.
“Kemudian, muncul lah sebuah pertanyaan, lalu bagaimana dengan perempuan, bukan kah dia tidak bisa full satu bulan,” kata Luluk.
Maka menurutnya, memang terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai ini, ada sebagian ulama yang melarang dan sebagian ulama yang membolehkan. Salah satu yang membolehkan termasuk Muhammadiyah dalam dalam fatwa tarjih.
“Dengan pertimbangan, wanita yang haid hanya sedang mengalami perubahan hormonal saja. Nah, pada saat itu kebanyakan wanita akan merasa seperti hampa, kosong dan gundah gulana, yang kemudian memerlukan pegangan. Sehingga perempuan yang sedang haid bisa memperbanyak dzikir,” pungkas Luluk. (*)
Penulis Reza Rachmatika Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni