Sirikit dan ICMI oleh Ismail Nachu, Ketua ICMI Jawa Timur Periode 2010-2020
PWMU.CO– Awal saya kenal Ibu Sirikit Syah lewat perkenalan imajiner. Yaitu saat foto perempuan ringkih ini dimuat di koran sedang berdiri seorang diri melakukan demo pada pimpinan kampus di Surabaya. Sejak itu saya sangat terkesan dengan idealisme Sirikit Syah.
Saya lupa waktu persisnya. Yang pasti sebelum April 2010 saat saya didapuk menjadi ketua ICMI Jatim.
Karena itu saat menyusun pengurus ICMI Jatim periode 2010-2015, saya datang ke rumahnya untuk melamar dia menjadi pengurus ICMI. Karena sebelumnya tidak kenal, saya melihat respon ganjil atas penawaran saya. Seperti tersurat pada pernyataannya. ”Saya ini bukan cendekiawan Pak Ismail. Apalagi muslim yang aktif di dunia gerakan Islam. Saya ini lebih tepatnya orang abangan.”
Menjawab keraguan Ibu Sirikit atas ajakan ini, lalu saya utarakan latar belakang kenapa ICMI berdiri serta visi dan misinya. Juga apa arti cendekiawan dalam ICMI.
Dalam hal ini saya mengutip definisi cendekiawan ala Pak Habibie. Di luar dugaan ternyata dia pengagum Pak Habibie. Yaitu seorang yang berilmu bidang apa saja dan dengan ilmunya dia mengabdi untuk kemajuan peradaban manusia dan bangsa. Hal ini merupakan pengamalan ajaran Islam.
Alhamdulillah, setelah diskusi panjang, dia sedia menjadi pengurus ICMI dengan satu permintaan tetap diberi kebebasan untuk berpendapat. Well and deal.
Saya lalu tahu, bahwa selama ini untuk menunjang mobilitas dia menjadi dosen atau pembicara seminar, Ibu Sirikit selalu menyisihkan dari honornya untuk biaya naik taksi, karena belum punya mobil.
Lalu bagaimana dengan ICMI yang tidak ada honornya? Untuk itulah saya selalu menjemput bilamana ada acara ICMI. Misalnya rapat rutin di Sekretariat ICMI di Ruko Jemursari Surabaya.
Tetapi sampai kapan ini? Saya menduga, Ibu Sirikit juga berpikir solusinya.
Rupanya program unggulan ICMI Jatim saat itu, yaitu menumbuhkan saudagar muslim sedikit banyak menjadi virus menjangkiti Ibu Sirikit: bagaimana monetasi keahliannya menjadi uang.
Di sinilah lalu kita joint mendirikan The Sirikit School of Writing (SSW) sebagai wadah cari duit sekaligus membangun budaya literasi pada masyarakat. Dengan jabatan Direktur SSW, maka dia berani beli mobil sedan Datsun dengan mencicil dari gaji SSW.
Boleh dibilang sejak ada mobil dan ditemani Pak Chairul Anam, seorang suami top se-dunia, Ibu Sirikit semakin aktif dan menjelajah wilayah. Karena kantor SSW satu bangunan dengan sekretariat ICMI, maka dia menjadi salah satu Wakil Ketua yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan ICMI.
Antara lain menjadi Ketua Program Pemberian Penghargaan Mushala atau Masjid di mall yang representatif. Namanya tertera di pigura penghargaan di beberapa masjid mall di kota Surabaya hingga saat ini.
Karena itulah, bila di awal aktif di ICMI Ibu Sirikit selalu mengatakan sebagai muallaf, selanjutnya pernyataan itu tak saya dengar lagi. Karena rupanya Ibu Sirikit dan ICMI tak ada jarak lagi.
Karena itu, saat saya bangun tidur di Hotel Azka depan Masjidil Haram untuk makan sahur lalu shalat Subuh ke masjid, tapi pagi ini menu sahur seketika hambar oleh duka dan air mata kala membaca WAG ICMI Jatim. Bahwa Ibu Sirikit wafat.
Inna lillahi wainna ilaihi rojiun. Selamat jalan Ibu Sirikit
Ya Rabb, aku bersaksi bahwa Ibu Sirikit orang baik, karena itu Ya Rabb, masukkah dia dalam surgaMu. Allahumma aamiin.
Editor Sugeng Purwanto