Jodoh, antara Kelebihan dan kekurangan
Jodoh itu cocok bila di hati telah tertambat dan merasa pas. Kalaupun ada kurang-kurang sedikit tak apalah yang penting sudah tertutup dengan kelebihan yang lain. Harus tetap disadari bahwa tidak ada gading yang tidak retak, bukan?
Ada banyak pasangan yang bertemu sekali langsung jatuh hati. Jatuh cinta pada pandangan pertama dan diterima lawan jenisnya tanpa bertepuk sebelah tangan. Tetapi, ada pula pasangan yang memerlukan pertemuan beberapa kali, perlu pengamatan sekaligus pematangan. Baru kemudian cocok dan berjodoh.
Ada pula cerita seseorang yang sudah dicarikan ke sana kemari tak kunjung cocok, tetapi begitu bertemu dengan seseorang yang tidak disangka-sangka, langsung terpaut hatinya. Ini bagai cerita dongeng Beauty and the Beast, kisah romantis putri yang jatuh cinta dengan pria budiman, tetapi buruk rupa.
Pernah seorang teman menggagas bagaimana di antara kita yang sudah menjalin silaturahmI dan sudah saling tahu satu sama lain ini saling menjodohkan anak-anak kita masing-masing. Saya tertarik gagasan itu, karena Insyaallah anak-anak akan dapat pasangan yang pas, paling tidak itu menurut orangtua. Namun, gagasan ini ternyata sulit diwujudkan, sebab begitu saya lontarkan hal itu kepada anak-anak, mereka langsung menolak.
Seorang teman juga punya pengalaman yang sama. Dia punya kerja sama bisnis yang cukup besar dengan temannya. Nah, agar suksesi ke depan berjalan mulus, banyak temannya memberikan nasihat agar mereka besanan saja. Rupanya saran itu dituruti. Langkah pengondisian dimulai. Tapi, si calon pasangan sudah menampakkan tanda-tanda tak saling tertarik.
“Habis, apa kita hidup di zaman Siti Nurbaya?” celetuk mereka. Ya, enggak begitu, tapi kalau memang cocok, mengapa tidak? Namanya juga sebuah ikhtiar. Apalagi dari data statistik jumlah wanita sudah hampir dua kali jumlah lelaki.
Tetapi, ada fenomena lain yang memprihatinkan. Anak-anak belia yang sebetulnya belum cukup umur ternyata sudah berani berpacaran. Dan marak telah terjadi pergaulan bebas
yang melanda dunia remaja belia. Ini akibat tontonan layar kaca, intenet, media sosial, beredarnya VCD, dan bacaan bebas di sekitar kita yang sudah tidak ada lagi terseleksi, patut dan tidaknya untuk anak-anak. Ini juga lantaran kurang dekatnya orangtua dengan masalah anak-anaknya, sehingga orangtua tidak tahu persis yang terjadi di dunia anaknya.
Memang jodoh di tangan Tuhan. Tetapi, apabila kita tidak berikhtiar, tidak mencarinya terus-menerus, cuma pasif saja, mana bisa bertemu? Ini bukan berarti saya menganjurkan harus agresif dalam memburu pasangan. Tentu ini tidak elok untuk didengar. Kadang saya berkelakar di tengah adik-adik yang masih bujangan.
“Cobalah harga jangan dipatok terlalu tinggi. Kriteria boleh ideal, tapi harga masih bisa ditawar dong,” pancing saya.
“Jangankan tinggi, Pak! Diobral saja belum laku-laku,” jawab mereka.
Baca sambungan di halaman 3: Resep Jangan Putus Asa