Tiga Macam Keshalihan dalam Takwa
Pembahasan ini merujuk pada adz-Dzariyat ayat 15-22:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air. Mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik.
Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam hari. Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.
Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.”
Pada kelompok ayat di atas, Allah menjelaskan, nikmat agung yang diberikan kepada kelompok orang-orang bertakwa itu disebabkan mereka melakukan tiga macam kesalihan saat hidup dunia. Yaitu kesalihan Individual, sosial, dan intelektual.
Kesalihan individual ditunjukkan dengan menjalin hubungan baik dengan Allah SWT, lewat ibadah pada sebagaian besar waktu malam dan istighfar menjelang fajar. Dua perbuatan ini, yaitu ibadah pada sebagaian besar waktu malam dan istighfar menjelang fajar, menunjukkannya sebagai hamba Allah yang ikhlas dalam beribadah.
Kendatipun ia seorang ahli ibadah yang tekun, namun ia tidak merasa sebagai manusia paling suci ataupun paling hebat. Ia tetap merasa hina di hadapan Allah, dan juga tidak pernah merasa aman dari azab-Nya. Hal itu dibuktikan dengan istighfar banyak-banyak menjelang fajar.
Keshalihan Sosial
Kesalihan sosial ditunjukkan dengan kerelaan untuk berbagi dengan sesama. Sadar bahwa dalam hartanya ada hak fakir miskin. Baik yang menunjukkan tanda-tanda kemisikinannya, misalnya dengan meminta.
Atau yang menjaga kehormatannya dengan tidak menunjukkan tanda-tanda kemisikinannya. Sebagaiman diinformasikan oleh al-Baqarah 273:
“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta).
Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.”
Jadi ada orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk perjuangan agama, mereka miskin karena tidak sempat bekerja, tidak bisa mengumpulkan uang. Masuk kelompok ini, adalah guru-guru madrasah yang ada di kampung-kampung dan desa-desa.
Mereka berhak dan patut untuk disantuni, kendatipun tidak menunjukkan tanda-tanda kemiskinannya. Para guru ini adalah panutan masyarakat, teladan, bahkan digugu dan ditiruoleh murid-muridnya. Tentu ia dituntut menjaga kehormatannya, kendatipun faktanya ia dalam kondisi miskin dan membutuhkan bantuan orang lain.
Ketiga kesalihan intelektual. Pada azd-Dzariyat 20-22 dijelaskan, jika orang meneliti tanah, dan fisik dirinya, maka ia akan menemukan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Bahkan kalau seseorang meneliti langit, niscaya ia akan memperoleh rezeki.
Demikianlah orang yang bertakwa, ia memiliki perhatian yang tinggi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan peradaban. Dan sesuai dengan isyarat ayat tadi, bahwa bisnis yang berbasis langit (digital) lebih menjanjikan keuntungan besar. Sementara itu bisnis yang berbasis bumi semakin tertinggal. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni