Beberapa Hadits dan Atsar tentang Shighat Takbir
Namun ada baiknya jika kita paparkan beberapa hadits maupun atsar terkait masalah shighat takbir di atas.
Pertama, terdapat hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah pernah melafalkan shighat takbir pada pagi hari Arafah dengan lafal:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ»، فَيُكَبِّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ
“Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, laa Ilaaha Illallahu wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamdu”
Maka beliau bertakbir mulai pagi hari Arafah hingga shalat Ashar pada akhir hari-hari tasyrik. (HR ad-Daruquthni, 2/50).
Hadis di atas dinilai dhaif jiddan (sangat lemah) oleh para ahli hadits. Di dalam sanadnya terdapat dua perawi yang sangat buruk hafalannya yaitu Jabir Al-Ju’fi dan Amr bin Syamar. Bahkan Amr dinilai matruk (hadis yang ia riwayatkan tertolak) oleh para ahli hadis (https://www.alukah.net/spotlight/0/105235/).
Selain itu, tidak ada lagi riwayat lain yang menguatkan hadits di atas, oleh karena itu shighat takbir dengan tiga kali takbir di awal dilanjutkan tahlil dan seterusnya seperti di atas tidak memiliki landasan yang kuat.
Kedua, atsar dari para sahabat. Di antara atsar dari para sahabat ada yang shahih dan ada pula yang dhaif.
Adapun atsar yang dinilai shahih oleh para ahli hadits di antaranya adalah:
Pertama, atsar dari Ibnu Mas’ud RA yang mencontohkan takbir hari raya dengan shighat:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillah al-hamdu. ( HR Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf, 5650 dan 5651).
Yaitu sesuai dengan shighat takbir pertama yang sering dilafalkan oleh umat Islam (khususnya di Indonesia), yaitu dua kali takbir di awal.
Selain atsar dari Ibnu Mas’ud, shighat takbir di atas juga merupakan atsar dari Ibrahim RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab yang sama, yaitu Al-Mushannaf (2/167) .
Kedua, Atsar dari Ibnu Abbas RA:
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu akbar kabiiraa, Allahu akbar kabiiraa, Allahu akbar wa ajal, Allahu Akbar wa lillahil hamd (HR Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf, 5632)
Ketiga, Atsar dari Sulaiman RA:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Kabiiraa” (HR Al-Baihaqi, 3/316).
Keempat, Atsar dari Hasan bin Ali RA:
أَنَّ الْحَسَنَ كَانَ يُكَبِّرُ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Bahwa Al-Hasan dahulu bertakbir: Allahu akbar, Allahu akbar, tiga kali” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf, 5653).
Adapun atsar terkait shighat takbir hari raya yang dinilai dhaif oleh para ahli hadits ialah yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, laa Ilaaha illallahu, wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa alaa kulli syai’in Qadiir” (HR Ibnu Al-Mundzir, Al-Awshat 4/304).
Atsar di atas dinilai dhaif karena perawi yang bernama Abdullah bin Umar al-‘Amiriy merupakan perawi yang dhaif. (https://www.alukah.net/spotlight/0/105235/).
Adapun terkait shighat takbir dengan tiga kali takbir di awal:
“اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ”
Selain disebutkan dalam hadis dhaif yang telah dipaparkan di awal, juga disebutkan dalam atsar Ibnu Mas’ud dalam kitab Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (Al-Mushannaf 5632). Namun dalam atsar tersebut terdapat perawi yang dinilai dhaif oleh ahli hadis, yaitu Abu Ishaq (https://www.alukah.net/spotlight/0/105235/).
Fatwa Tarjih
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memutuskan terkait shighat takbir hari raya, bahwa yang shahih adalah:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillah al-hamdu.”
Dikutip dari buku Tanya Jawab Agama (TJA) Jilid 3:
“Hendaklah engkau perbanyak membaca takbir pada malam hari raya Fitrah sejak mulai matahari terbenam sampai esok harinya ketika shalat akan mulai dan pada hari raya Adha mulai sesudah shalat shubuh pada pagi hari Arafah sampai akhir hari Tasyrik dengan membaca: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillah al-hamdu atau bacaan sesamanya”. (TJA III, h. 142).
Dari pernyataan di atas Majelis Tarjih juga masih memberikan kelonggaran untuk bisa mengamalkan shighat takbir hari raya selain yang dituntunkan tersebut. Hal ini mengingat sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa ada beberapa riwayat atsar sahabat yang juga sama shahih-nya menurut penilaian para ahli hadis.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni