Kisah Maurice Bucaille, ilmuwan Perancis yang mualaf usai kupas sisi ilmiah al-Quran. Liputan Ahmad Alfarizi, kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
PWMU.CO – Mushala Al-Muklishin, Tulangan, Sidoarjo menggelar pengajian dalam rangka peringatan Nuzulul Quran. Hadir sebagai penceramah adalah Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Prof Dr H Biyanto MAg.
Mengawali kajiannya, Prof Biyanto mengajak para jamaah yang untuk bersyukur kepada Allah, karena masih diberi kesempatan berjumpa dengan bulan Ramadhan.
“Di bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini, dengan kesempatan yang telah Allah berikan, jangan sampai disia-siakan. Gunakan untuk memperbanyak amal shalih seperti sedekah dan membaca al-Quran,” ujarnya, Selasa (19/4/22).
Tiada Hari Tanpa Al-Quran
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, itu mengungkapkan, sebagai seorang muslim harus sering berinteraksi dengan al-Quran. “Jangan sampai hari-hari terlewatkan tanpa membaca al-Quran,” ungkapnya.
Dia kemudian mengutip hadits Nabi:
اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ
“Bacalah kalian semua al-Quran, sesungguhnya (bacaan) itu nanti dapat menjadi perisai yang menemani sahabatnya.”
Al-Quran, lanjutnya, merupakan kitab suci yang luar biasa. Dari al-Quran, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis Maurice Bucaille masuk Islam. Berawal tahun 1975, ketika Perancis menawari bantuan kepada Mesir untuk meneliti mumi Firaun. “Bucaille-lah yang menjadi pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian tersebut,” jelas Biyanto.
Ternyata, hasil akhir yang diperolehnya sangat mengejutkan. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi, adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk dijadikan mumi agar awet.
“Bucaille lalu mendapatkan informasi dari koleganya yang mengatakan, al-Quran membahas tentang masalah tersebut. Kitab suci yang dipercaya muslim, menceritakan kisah tenggelamnya Firaun dan mengatakan tubuh tersebut akan tetap utuh meskipun ia telah tenggelam,” ungkapnya.
Bucaille makin terkejut dan terus bertanya-tanya, dari mana kitab suci umat Islam ini mendapatkan data, sementara mumi tidak ditemukan sampai 1898. “Selain itu, al-Quran juga baru diturunkan kepada umat Islam selama lebih dari 1400 tahun setelah peristiwa tenggelamnya Firaun,” paparnya.
Dalam hati, Bucaille kemudian bertanya, bisakah dipercaya Nabi Muhammad tahu tentang ini lebih dari 1.000 tahun yang lalu, ketika saya baru saja mengetahu hal itu?
“Terpikat dengan al-Quran Setelah mengetahui kisah Firaun versi Islam, Bucaille berangkat ke Arab Saudi. Kebetulan saat itu di Arab Saudi mengadakan konferensi medis yang dihadiri banyak ahli anatomi muslim,” tutur Biyanto.
Menjadi Mualaf, Kisah Maurice Bucaille
Di kesempatan tersebut, Bucaille memberitahu mereka tentang penemuannya, yaitu bahwa tubuh Firaun itu tetap utuh bahkan setelah ia tenggelam. Salah satu peserta konferensi membuka Al-Quran dan membacakan Surat Yunus ayat 92:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ
“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.”
Ayat tersebut, kata Biyanto, menceritakan kisah bagaimana tubuh Firaun diangkat dari dasar laut dan atas izin Allah, tubuh itu akan utuh agar menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang berpikir sesudahnya.
“Di tengah-tengah peserta konferensi medis tersebut, Bucaille lantas berdiri di tengah dan lantang berkata,’Aku telah masuk Islam dan percaya pada Al-Quran ini’,” ujar Biyanto menirukan.
Ketika kembali ke Perancis, dirinya menghabiskan waktu 10 tahun melakukan studi ilmiah terhadap ayat-ayat al-Quran. Dia kemudian menulis buku tentang Al-Quran yang menghebohkan seluruh negara-negara Barat, dengan judul, “The Bible, The Quran and Science, The Holy Scriptures Examined In The Light Of Modern Knowledge.”
Buku tersebut, lanjut BIyanto, sangat laris dan kemudian didistribusikan dalam berbagai bahasa. Mulai bahasa Perancis ke Arab, Inggris, Indonesia, Persia, Turki, hingga Jerman.
“Sisi ilmiah dari al-Quran telah mengejutkan Bucaille sejak awal. Karena pikirannya belum pernah melihat begitu banyak kajian ilmu pengetahuan yang disuguhkan secara akurat,” kata Biyanto. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.