Hukum Takbir Keliling
Kegiatan takbir keliling dengan menggunakan bedug maupun iringan musik dipandang akan membuat pesertanya tidak lagi fokus pada penghayatan takbir, melainkan bisa bergeser pada hiburan.
Bahkan mungkin lebih dominan daripada tujuan untuk menghayati dan meresapi makna yang terkandung dalam lafadz-lafadz takbir sebagai sebuah ibadah. Setidak-tidaknya kepada pemain musiknya akan lebih terkonsentrasi kepada menjaga keselarasan irama musik dengan suara takbir yang dikumandangkan. (Tanya Jawab Agama VI, h. 77).
Hal yang dikhawatirkan adalah selain kurangnya penghayatan pada saat bertakbir dengan diiringi musik, juga dikhawatirkan semakin menipisnya pemahaman umat Islam bahwa takbir merupakan sebuah ibadah. Takbir berubah dari nilai ritual (ibadah) menjadi sebuah hiburan yang profan (duniawi).
Oleh karena itu Majelis Tarjih lebih cenderung menyarankan agar takbir dilakukan secara khusyuk tanpa diiringi musik apapun. (Tanya Jawab Agama VI, h. 77).
Adapun mengenai takbir keliling ini apakah termasuk bid’ah, maka hal ini tidak bisa dikatakan sebagai bid’ah. Karena definisi bid’ah adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh dalam hal ibadah dan akidah, dan hukumnya haram.
Takbir keliling memang merupakan hal baru (tidak pernah dilakukan di zaman Nabi). Namun yang baru dalam hal ini bukan pada ibadahnya, tetapi pada pengembangan sarananya.
Ritual ibadahnya tetap yaitu mengucapkan lafadz takbir. Sehingga tidak mengubah ibadahnya yaitu melafalkan takbir sejak malam 1 syawwal hingga pagi hari menjelang shalat Idul Fitri.
Terkait shighat takbiran telah dibahas pada artikel sebelumnya.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni