PWMU.CO– Anak yatim piatu ini, Arya Saputra Nugraha, terpaku sendiri sambil duduk di bangku Panti Asuhan Muhammadiyah (PAM) Kenjeran Jalan Tambak Wedi Baru No 77 Surabaya.
Matanya nanar menyaksikan teman-temannya dipeluk hangat oleh kerabat yang mengunjunginya, Kamis (28/4/2022). Hujan tangis mewarnai pertemuan anak yatim penghuni panti dengan penjemputnya.
Hanya Arya saja yang tak didatangi keluarganya padahal dia juga berharap-harap. Namun dia tak tahu apakah masih punya keluarga atau tidak.
Setelah itu teman-temannya satu per satu dibawa pulang untuk merayakan Idul Fitri di rumah kerabatnya. Ada 30 anak di panti ini. Kini hanya tinggal dia sendirian di panti itu saat semua temannya sudah pergi. Sepi.
Momen menjelang libur Hari Raya Idul Fitri di PAM Kenjeran ini selalu membuat hati Arya, anak sebatang kara itu, seperti tersayat. Selalu hanya tersisa dia sendirian di panti itu.
Arya, siswa MI Muhammadiyah 25 kelas 1 ini, tidak ada yang menghampiri dan memeluk seperti teman-temannya. Dia hanya duduk termenung sambil melihat teman-temannya yang bahagia bertemu saudaranya.
Tiap tahun anak-anak panti diberi libur Idul Fitri. Tahun ini antara tanggal 28 April-8 Mei 2022, mereka diizinkan berlebaran di rumah saudara.
Ibu Meninggal
Kepala Urusan Tata Usaha PAM Kenjeran Mahdalena Sintania menceritakan, Arya nasibnya tak seberuntung teman-temannya di panti meski sesama anak yatim dan piatu.
”Teman-teman Arya masih didatangi kerabatnya untuk diajak pulang ke kampung halaman untuk Idul Fitri,” katanya.
Mahdalena lantas menuturkan kisah Arya. Dia dan ibunya, Siti Khodijah, berasal dari Kota Kediri. Ayahnya sudah meninggal sejak Arya kecil. Keluarga ini, ibu, Arya, dan kakaknya Tegar, merantau ke Surabaya.
”Kemudian Ibu Arya menikah siri dengan laki-laki Surabaya dan tinggal di kampung Sukolilo Kenjeran,” katanya.
Tak lama kemudian Ibu Arya hamil. Saat melahirkan di RS Siti Khodijah Sepanjang Sidoarjo tahun lalu meninggal dunia ketika ramai-ramainya Covid-19.
Arya lalu tinggal dengan ayah tirinya. Kehidupan Arya berubah jauh. Dulu masih ada ibu yang memperhatikan. Kini ayah tirinya jarang di rumah.
”Setiap hari Arya terkadang makan terkadang tidak. Juga tidak sekolah. Badannya semakin kurus. Pakaiannya juga kurang layak,” ujarnya.
Para tetangga yang memperhatikan Arya. Memberi makan. Dalam situasi sulit itu kakaknya, Tegar, tak pernah lagi pulang. Hingga kini tak tahu di mana keberadaannya. Mencari penghidupan sendiri.
Ada tetangga yang kenal Ibu Rosin, petugas pengembang dana PAM Kenjeran. Tetangga ini melaporkan dan menceritakan nasib malang Arya.
”Beberapa hari kemudian Ibu Rosin menemui ayah tirinya menyarankan supaya Arya tinggal di asrama PAM Kenjeran. Ayahnya setuju saja,” kata Mahdalena.
Setelah Arya masuk panti, tak pernah ada komunikasi lagi dengan ayah tiri ini. Indekosnya sudah pindah dari kampung Sukolilo tanpa memberi kabar. Nomor HP-nya ditelepon tak nyambung.
Pilihan Mudik
Pengurus panti lalu rapat membicarakan nasib Arya. Sebab pengurus panti juga mudik ke kampungnya. Keputusannya, Arya disuruh memilih ingin liburan ke mana dan mau ikut siapa.
Pengurus panti mudik ke daerah asal masing-masing seperti Lamongan, Malang, Madura, dan Kediri.
Kepala PAM Kenjeran Ustadz Wasyib Tirtanang SH MPd berpesan kepada pengurus panti,”Siapapun yang dipilih Arya harus siap. Karena ini sudah tugas dan amanah yang harus kita laksanakan.”
Setelah rapat usai Arya dipanggil masuk ruang. ”Arya ingin liburan ke mana. Kalau sama Ustadz Wasib ke Lamongan, kalau sama Ibu Nur ke Malang, kalau sama Ustadz So’im ke Kediri, kalau sama Ustadz Faris ke Madura,” kata Wasyib.
Arya pun menjawab, ”Ikut Ustadz Wasyib saja ke Lamongan.”
Semua pengurus panti lega. Akhirnya nasib liburan Arya selesai. Dia memilih ikut ustadz Wasyib ke Lamongan, karena punya teman yaitu Aira, putri Ustadz Wasib yang juga tinggal di PAM Kenjeran.
Penulis Nashiiruddin Editor Sugeng Purwanto