Bank Beras, Merawat Semangat Zakat Fitrah Sepanjang Tahun, oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Umat Islam yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan pada setiap akhir Ramadhan menyempurnakan ibadahnya dengan penyerahan zakat fitrah.
Aspek spiritual dalam menunaikan ibadah zakat fitrah sebagaimana namanya untuk mensucikan diri memasuki Idul Fitri. Aspek sosial yang diharapkan dari zakat fitrah yaitu agar kaum dhuafa dan masakin ikut bergembira menyambut idul fitri tanpa kekurangan bahan makanan pokok.
Aspek ekonomi dari zakat fitrah meningkatkan omzet penjualan beras sebagai bahan makanan pokok. Setiap jiwa yang mampu wajib menyerahkan satu sha’ (tiga kilogram beras) merupakan jumlah yang sangat signifikan. Makanan pokok dalam jumlah tersebut biasanya baru habis dikonsumsi satu keluarga lebih dari satu hari, bukan satu jiwa dalam satu hari.
Dalam memasuki akhir bulan Ramadhan, yang tidak pernah lupa disinggung para mubaligh yaitu agar senantiasa membawa semangat Ramadhan dalam bulan-bulan berikutnya.
Tausiah yang sangat mengena di mana kebaikan-kebaikan selama bulan Ramadhan seringkali sirna begitu memasuki bulan Syawal dan seterusnya. Demikian juga aspek sosial ekonomi selama bulan Ramadhan termasuk dalam aktivitas zakat fitrah sangat indah jika bisa dilanjutkan setelah bulan Ramadhan.
Meskipun secara fikih tidak ada zakat fitrah selain bulan Ramadhan, tetapi dalam semangat sosial berbagi bahan makanan pokok tidak ada salahnya bisa dilanjutkan setelah bulan Ramadhan.
Saat ini kesadaran berzakat, berinfak, sedekah, dan wakaf yang demikian semarak di luar bulan Ramadhan dengan hadirnya sejumlah Badan dan Lembaga Amil Zakat (BAZ dan LAZ). Kehadiran BAZ dan LAZ, seperti Lazismu, dalam dua dekade terakhir bisa dikatakan sukses untuk menumbuhkan kesadaran berbagi kepada sesama di luar bulan Ramadhan.
Bersama BAZ dan LAZ, kegiatan filantropi umat Islam tetap bergairah, tumbuh dan berkembang membantu pemerintah memecahkan masalah sosial, kelaparan, gizi buruk, bencana alam dan beragam masalah sosial lainnya.
Bank Beras
Dari sekian banyak kegiatan zakat, infak, sedekah, dan wakaf, oleh BAZ dan LAZ belum banyak yang fokus menjaga semangat zakat fitrah di luar bulan Ramadhan. Dari yang belum banyak tersebut salah satu yang mencoba menghidupkan semangat zakat fitrah yaitu Masjid Sunan Drajat Kota Lamongan. Telah beberapa tahun masjid yang bersebelahan dengan pasar induk Sidoharjo Lamongan ini memiliki program bank beras.
Tidak seperti menjalankan kewajiban zakat fitrah yang terikat nishab, haul, dan sebagainya, bank beras bersifat suka rela tanpa ketentuan sekian kilogram, batas waktu dan sebagainya. Beras-beras yang terkumpul dari program bank beras sebagaimana zakat fitrah dibagikan kepada yang kaum dhuafa, fakir, miskin. Rata-rata setiap bulan sebanyak tiga kuintal beras bisa dikumpulkan dan didistribusikan Masjid Sunan Drajat yang beralamat di Jalan Sunan Drajat, Sidoharjo, Kecamatan Lamongan Kota—satu jalan dengan Masjid Namira.
Masalah sosial ekonomi sebagai masalah yang terus berlangsung sepanjang tahun tanpa mengenal Ramadhan, Syawal, Sya’ban dan lain-lain. Menjaga semangat spiritual Ramadhan kurang afdol tanpa mengikutkan semangat sosial ekonominya.
Ramadhan sampai Idul Fitri sangat menggerakkan roda ekonomi, hampir seluruh sektor menikmati peningkatan omzet. Sektor makanan minuman mengalami peningkatan omzet dengan maraknya semangat berbagi sahur dan berbuka puasa. Sektor konveksi terdorong tren belanja baju baru untuk menyambut Idulfitri. Tidak ketinggalan omzet sektor transportasi terdongkrak signifikan dalam budaya mudik dan balik.
Hampir tidak ada yang tidak berbahagia menyambut Idulfitri, muslim maupun non muslim terutama yang menjalankan usaha ikut “merayakan kemenangan” omzet usahanya. Fakir miskin dan anak-anak terlantar diperhatikan oleh sesamanya tanpa harus menunggu kehadiran pemerintah. Petani sampai kegiatan distribusi bahan makanan pokok terutama beras terdongkrak oleh permintaan bahan makanan pokok untuk menunaikan kewajiban zakat fitrah.
Nasihat agama yang menyatakan dengan berbagi keberkahan rezeki akan bertambah sangat mudah dimengerti dan bisa dikaji secara nyata. Semangat berbagi di kalangan masyarakat ikut mendorong peningkatan konsumsi barang dan jasa untuk diberikan kepada yang membutuhkan.
Berkah Ekonomi Ramadhan
Berkah Ramadhan pada perekonomian masyarakat, bangsa dan negara demikian terasa. Putaran roda ekonomi selama Ramadhan sampai Idul Fitri disebabkan permintaan-penawaran (demand-supply) yang berjalan secara alami “nyaris” tanpa intervensi pemerintah. Kehadiran pemerintah dalam menjamin kelancaran arus barang dan jasa sebagai salah satu bentuk “intervensi” yang wajar dilakukan agar tidak terjadi gangguan di pasar barang dan jasa.
Sejenak masyarakat lupa dengan kenaikan harga minyak goreng. Aneka gorengan tetap tersaji di meja-meja menu berbuka puasa meskipun harganya naik akibat kenaikan harga minyak goreng. Masyarakat yang hendak mudik tidak peduli dengan kenaikan harga tiket demi berjumpa handai tauan di kampung halaman setelah dua tahun dilarang mudik karena pandemi.
Kemesraan ini janganlah cepat berlalu meskipun Ramadhan segera berganti menjadi Idul Fitri. Kemesraan dan kepedulian kepada sesama yang terbukti mampu mendongkrak roda ekonomi penting untuk dipertahankan selalu. Gerak roda ekonomi masyarakat yang berjalan secara ikhlas dan alami tidak sesulit teori ilmu ekonomi makro dan mikro. Semua bisa berjalan mudah dan indah jika semangat berbagi, saling bantu mendominasi di atas orientasi untung rugi.
Semangat zakat fitrah sepanjang tahun semoga menjadi budaya yang menjadi penggerak ekonomi khususnya sektor pangan. Bukan hanya fakir miskin yang dibahagiakan dengan semangat zakat fitrah sepanjang tahun. Petani dan pedagang makanan pokok juga bisa diuntungkan sebagai garda terdepan ketahanan pangan. Dengan ketahanan pangan yang kokoh, ritual impor yang menghantui petani setiap musim panen perlahan bisa dihilangkan menuju swasembada. Wallahu alam bishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni