Pelajaran Optimisme dari Burung yang Patah Sayapnya, oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
PWMU.CO – Bintang kejora bersinar terang, fajar menyingsing, kehidupan malam berakhir, giat pagi baru dimulai. Depan rumah ada rerimbunan bambu, sebelahnya lagi himpunan Pohon randu dan sonokembang.
Rengekan bayi burung kuntul terdengar jelas, entah lapar atau takut ditinggal induknya. Lain lagi si jambul burung kutilang, bersiul riang sambut mentari pagi. Burung pelatuk. Truthuk-truthuk mengasah ketajaman paruhnya. Juga makhluk makhluk Tuhan yang lebih kecil, kumbang kelapa, garengpong, caduk dan gentello dari warga capung, semua mengawali giat kehidupan.
Semuanya keluar sarangnya dalan keadaan lapar, perut kosong tanpa isi. Modal mereka hanya optimis, berbaik sangka pada Tuhan, bahwa semua makhluk yang melata di bumi dijamin rezekinya. Mereka menjalan tahapan kehidupan para asketis, “tawakal”.
Yang berangkat dalam keadaan lapar, saat pulang pasti kenyang. Yang punya anak, pasti menyuapi bayinya. Yang menyimpan telur di sarangnya, pasti menghangatkannya dengan penuh percaya diri.
Patah tumbuh hilang berganti. Siang disusul malam. Ada matahari terbit, ada matahari tenggelam. Ketika matahari sudah seukuran satu tombak di atas kaki langit, aku ziarahi pusara leluhur sambil merenungkan arti kehidupan. Ya Siklus alam yang tidak bisa dihentikan atau hanya sekadar ditahan. Yang tahun kemarin bersama sama kita, hari ini sudah di bawah tanah.
Hikmah Alam
Pelajaran yang saya dapat dari alam pada pagi hari ini. Optimislah menatap kehidupan. Percayalah masa depan selalu menjanjikan. Jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, sebab Dia ampuni dosa semuanya. Berbaik sangkalah kpd Allah, sebab Dia menjamin rezeki semua hambanya.
Syaqiq al-Balkhi, pernah jalan-jalan menemani gurunya, asketis terkemuka, Ibrahim bin Adham. Dalam perjalanan, pada sebuah jalan, mereka dikejutkan oleh peristiwa aneh, yaitu seekor burung yang tiba tiba jatuh dari angkasa, patah sayapnya.
Syaqiq al-Balhi bergumam, duhai burung malang kau akan mati kelaparan. Gurunya menimpali, sahabatku, dirimukah yang menentukan ajal makhluk Tuhan? Syaqiq al-Balhi bilang, tuan guru, burung itu patah sayapnya, bisakah ia mendapatkan makanannya?
Tiba tiba, ada kawanan burung yang menghampiri. Mereka pada menjatuhkan makanan tepat di depan paruh burung yang malang itu. Ibrahim bin Adham bilang, burung ini bertawakal kepada Allah sejak keluar dari sarangnya, dan Allah berjanji menjamin siapa saja bertawakkal. Kalau burung yang patah sayapnya saja dijamin rejekinya okeh Allah, apalagi orang sehat, asalkan ia brrtawakkal kepada Nya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni