Dirikan TK-TPA Gratis
Di halaman belakang rumahnya yang sangat luas, Mas Farid dan istri membuat Taman Kanak-Kanak dan Taman Pendidikan al-Quran gratis untuk melayani masyarakat sekitar. Rumahnya di Jombang tidak hanya menjadi jujugan para aktivis. Beberapa tokoh nasional seperti Adi Sasono dan ZA Maulani juga pernah singgah di rumah almarhum.
Tak ketinggalan, Piet Hizbullah Khaidir dan Endy Sjaiful Alim—Ketum dan Sekjen DPP IMM 2001-2003—meminta saya menemani mereka ke rumah Mas Farid di Jombang. Tepatnya, usai sebuah agenda di Malang. Saya segera meminjam Suzuki Katana UMM, mobil dinas Rektor UMM Fauzan—saat itu masih menjabat Kepala BAU—untuk mengantarkan mereka.
Siang itu, kami memasuki kediaman Mas Farid yang luas dan asri. Sehingga kami sangat betah berlama-lama bertamu. Terlebih, kami mendapat sangat banyak sudut pandang sejarah gerakan IMM dari sumber penulisnya langsung.
Mas Farid pun meminta kami menginap di rumahnya. Hanya saja, Piet sudah terlanjur memesan tiket kereta malam dari stasiun Pasar Turi untuk kembali ke Jakarta. Akhirnya kami terpaksa mengakhiri diskusi gayeng bersama Mas Farid.
Sebagai tindak lanjut diskusi tersebut, saya ditunjuk DPP IMM untuk segera mempersiapkan Lokakarya Nasional “Rancang Bangun Gerakan IMM, Visi 2020”. Alhamdulillah, acara Lokakarya itu berlangsung di Gedung Diklat Depdagri Kota Malang.
Kami diizinkan memakai gedung tersebut secara gratis atas bantuan Syahrazad Masdar, Kepala Diklat Depdagri Jawa Timur saat itu. Dia sempat ditunjuk menjadi pejabat Bupati Jember, kemudian menjadi bupati terpilih di Kabupaten Lumajang.
Jumpa Intens
Intensitas perjumpaan dengan Mas Farid terjadi saat kami sedang mempersiapkan pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musyda) IMM Jawa Timur XIV akhir Februari 2004 di Kota Jombang. Mas Farid sangat antusias membantu hajatan kami.
Dia sangat gembira dengan kehadiran kader-kadernya yang malah banyak merepotkan. Dia bahkan mengundang saya dan kawan-kawan DPD IMM Jatim secara khusus untuk menginap di rumahnya. Harapannya, bisa berdiskusi lebih dalam hingga larut malam.
Tema besar yang kami angkat saat Musyda yaitu Mempertegas Peran Kesejarahan, Memperkukuh Aksi Kepeloporan. Musyda IMM Jatim XIV ini terlaksana dalam suasana milad IMM ke-40. Usia sebuah gerakan yang selayaknya sudah semakin mapan.
Musyda dihadiri Ketua Kornas Fokal IMM Prof Yahya A Muhaimin Mantan Mendiknas Kabinet Gus Dur itu hadir di tengah kesibukan konsolidasi nasional pemenangan MAR for President. Dia masih mengutamakan bisa hadir ke Jombang.
Sejak pertama saya berdiskusi dengan Mas Farid, saya merasa ada chemistry yang begitu erat. Mungkin karena kesamaan latar keluarga besarnya di Brondong, Lamongan dan Tuban. Secara pemikiran politik khas Masyumi. Di mana itu semua selaras aktivitas politik abah saya di Lamongan sejak orde baru berkuasa.
Bagian terpenting dari legacy seorang Farid Fathoni, dia menemukan frasa ‘IMM, Kelahiran yang dipersoalkan’ hingga kemudian menjadi buku wajib bagi setiap kader IMM. Ada amanah dari Djazman Al-Kindi yang belum tertulis semuanya dalam buku itu.
Saya mendengar dari Mas Abduh, aktivis IMM Surabaya yang kini aktif sebagai PDM Kabupaten Jombang, edisi cetak baru dan revisi buku itu sudah hampir selesai. Semoga bisa segera naik cetak.
Allahuyarham Mas Farid Fathoni. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala melimpahkan atas Almarhum Maghfirah, Rahmah dan JannahNya. Amin Yaa Arhamarraahimin. Ciputat, Ahad 7 Syawal 1443. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN