Pentingnya Pembiasaan Shalat sejak Usia Dini, oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur; Dosean UINSA Surabaya. Baca juga artikel terkait: Metode Pembelajaran Shalat untuk Anak Usia Dini.
PWMU.CO – Shalat didefinisikan sebagai perbuatan yang meliputi gerakan dan ucapan, diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, dengan syarat dan rukun tertentu.
Shalat diposisikan sebagai pilar utama semua jenis ibadah, bahkan dikatakan sebagai kata kunci diterimanya seluruh amal ibadah manusia.
Pernyataan ini didasarkan pada sabda Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh al-Mundziri dari Abi Hurairah.
إن أولَ ما يُحَاسَبُ به العبدُ يومَ القيامةِ من عملِهِ : صلاتُهُ ؛ فإن صَلَحَتْ فقد أَفْلَحَ وأَنْجَحَ، وإن فَسَدَتْ فقد خاب وخَسِرَ
Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali dihitung pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia selamat dan Bahagia. Namun jika shalatnya rusak, makai ia rugi dan menyesal.
Berdasarkan hadis di atas Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, segala sesuatu yang hilang pangkalnya, berarti hilang pula seluruhnya. Demikianlah halnya shalat. jika salat seseorang telah hilang, maka hilanglah agamanya.
Untuk menunjukkan betapa sentralnya shalat dalam sistem peribadatan Islam, Allah SWT menyebutnya dalam banyak istilah. Di antara berdiri (qiyam), rukuk, dan sujud. Wa quumuu lillahi qanitin (al-Baqarah: 238), warka’uu ma’arraki’iin (al-Baqarah: 43), wasjuduu lllahi wa’budu (an-Najm: 62).
Semuanya memiliki makna yang sama, yaitu perintah shalat. Sehingga tepat ketika para ulama mengatakan shalat sebagai tiangnya agama Islam, dalam arti tegak dan robohnya keislaman seseorang bergantung pada tiang penyangganya, yaitu shalat.
Dengan demikian shalat merupakan desain khas dari Allah, agar para hamba terus menjalin hubungan mesra dengan diri-Nya. Dari segi ini shalat tidak semata mata ritual fisik yang dijalankan untuk menggugurkan kewajiban, melainkan lebih dari itu, yaitu sebagai kebutuhan hamba untuk selalu dekat dengan Rabb-nya.
Doa Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim AS, setelah selesai membangun Ka’bah, bangunan sederhana yang difungsikan sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal, beliau minta tiga hal kepada Allah. Dan yang pertama kali diminta adalah agar anak keturunannya menjadi generasi yang menegakkan shalat (Ibrahim: 37).
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Doa Nabi Ibrahim ini menunjukkan ibadah shalat harus ditanamkan sejak dini, sejak masih anak-anak. Shalat menjadi ibadah amaliah yang pertama kali diajarkan orangtua kepada anaknya setelah tauhid.
Kalau dikatakan bahwa al-ummu al-madrasah al-ula, ibunda adalah sekolah yang pertama, maka lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama. Di sinilah orangtua bertugas membiasakan anak-anaknya untuk mengerjakan shalat sejak dini, mengajarkan hukum-hukum, dan adabnya.
Pembiasaan sejak usia dini akan membekas dan menberikan atsar positif pada kehidupan seseorang selanjutnya. Sebagaimana doa nabi Ibrahim, yaitu menjadi generasi yang menegakkan shalat, dan secara umum menjadi manusia yang taat melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Kaitannya dengan hal ini, Abu Daud meriwayatkan hadis:
مُروا أولادَكم بالصلاةِ وهم أبناءُ سبعِ سنينَ واضربوهُم عليها وهمْ أبناءُ عشرٍ وفرِّقوا بينهُم في المضاجعِ
Perintahkanlah anak-anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan shalat, dan pukullah mereka ketika mereka sudah berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah mereka dalam tempat tidur mereka.” (Abu Daud: 495). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni