Konten LGBT dan Isu Komunisme
Kali ini konten mengenai pasangan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) juga memantik banyak komentar kritis netizen. Dibanding dengan kasus santri tutup kuping kali ini reaksi netizen jauh lebih keras. Selama dua hari sejak Senin (9/5) tagar ‘’Unsubcribe-Podcast-Corbuzier’’ menjadi pemuncak daftar trending topic Indonesia.
Impaknya terlihat langsung pada jumlah pelanggan Corbuzier yang merosot sampai 40 persen lebih, dari 20 juta menjadi 11,1 juta. Hanya dalam semalam Deddy kehilangan 8 juta follower. Netizen menganggap Corbuzier hanya mengejar pendapatan dari iklan dan mengabaikan konten yang cerdas sesuai dengan tagline-nya. ‘’Mana konten untuk orang cerdas? Are losing your mind?’’ Begitu semprot netizen.
Belum ada respons resmi dari Corbuzier. Tetapi hampir dipastikan kali ini dampaknya jauh lebih besar dari kasus santri tutup kuping. Ketika itu netizen lebih tersegmentasi pada kalangan muslim, tapi kali ini yang bereaksi keras datang dari kalangan yang lebih luas.
LGBT menjadi fenomena yang harus diwaspadai di Indonesia. Isu ini sensitif dan sangat mudah memantik reaksi keras dari publik. Sensitivitas reaksi publik terhadap isu ini hampir sama kerasnya dengan reaksi terhadap isu komunisme. Dua topik ini selalu menjadi perdebatan panas di Indonesia.
Trauma terhadap komunisme membuat publik Indonesia—terutama kalangan Islam—menjadi sangat peka dan selalu berada pada posisi siaga. Bahaya komunisme tetap dianggap seagai ancaman nomor satu di Indonesia.
Partai Komunis Indonesia (PKI) secara formal sudah mati dan dilarang di Indonesia. Tetapi, paham komunisme dianggap masih tetap hidup di Indonesia, dan bahkan disebut-sebut sedang mengalami kebangkitan bersama dengan makin suburnya pertumbuhan kelompok sekular dan liberal. Kelompok inilah yang sering disebut secara gampang sebagai kelompok PKI, meskipun sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kelompok yang berpaham kiri.
Secara geopolitik dukungan terhadap komunisme mengecil setelah ambruknya Uni Soviet yang disusul dengan bubarnya rezim komunis Eropa pada 1990-an. Saat ini praktis hanya beberapa negara yang secara resmi masih menganut sistem komunisme, seperti Kuba, Korea Utara, dan beberapa negara di Amerika Selatan.
Negara Hybrid
China menjadi negara hybrid campuran antara komunisme dan kapitalisme, dan karenanya sering disebut sebagai komunisme yang tidak murni. Tetapi, komunisme gado-gado model China ini justru yang bisa menjadi ancaman serius, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan bertindak pragmatis dalam menyikapi tantangan global.
Salah satu bukti kongkret adalah keberhasilan China yang lebih cepat dalam menangani pandemi Covid-19 ketimbang negara-negara kapitalis Amerika dan Eropa. Cara-cara otoriter ala komunis dalam menerapkan lockdown dan vaksinasi, lebih efektif dibanding cara persuasif yang diterapkan di negara-negara demokratis.
Komunisme ortodoks gaya lama tidak bisa bertahan dalam kondisi yang kompleks seperti sekarang. Tetapi kelompok-kelompok kiri-liberal tetap tumbuh subur di Eropa dan Amerika. Kelompok ini selalu bertentangan secara ideologis dengan kelompok konservatif kanan. Di Amerika dan Eropa kelompok kiri-liberal ini sering disebut sebagai kelompok komunis.
Kelompok LGBT bermunculan dan tumbuh subur karena mendapat perlindungan dari kalangan liberal-kiri ini. Di Amerika, perkawinan sejenis didukung sepenuhnya oleh Partai Demokrat yang liberal, tetapi ditentang keras oleh Partai Republik yang konservatif yang mendapat dukungan luas dari penganut Kristen garis kanan.
Untuk menggambarkan spektrum politik secara lebih sederhana bisa disebutkan bahwa ideologi LGBT sudah berkoalisi dengan kalangan ‘’komunis’’ liberal-kiri. Bagi Indonesia, ini berarti dua ancaman ganda berkumpul menjadi satu, yaitu ancaman komunisme dan LGBT.
Ancaman ideologi LGBT ini menjadi sangat serius karena didukung oleh perusahaan-perusahaan trans-nasional raksasa dunia. Lima perusahaan besar Amerika sudah mendukung LGBT, yaitu Facebook, Apple, Microsoft, Nike, dan Walt Disney. Satu perusahaan Eropa pendukung LGBT adalah Unilever termasuk cabangnya di Indonesia.
Kampanye LGBT sudah berlangsung masif dan sistematis. Film-film layar lebar Hollywood sangat banyak yang memasukkan paham LGBT secara terang-terangan. Tokoh Superman yang gagah pekasa pun sekarang menjadi gay. Badan olahraga internasional seperti otoritas sepakbola Eropa UEFA, juga terang-terangan mendukung LGBT.
Kampanye LGBT masif dan melibatkan uang besar. Mereka tidak ragu menggelontorkan uang besar untuk membeli media. Deddy Corbuzier harus lebih cerdas lagi dalam membuat konten. ‘’Don’t make yourself stupid’’. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni