Keislaman dan Keindonesiaan Terusik
Namun dia menyimpulkan, betapa kadang-kadang keislaman dan keindonesiaan kita sangat terusik dengan berbagai realitas yang sekarang ada. “Kita memang semakin lama, ujian terhadap kerukunan dan persaudaraan kita semakin keras!” lanjutnya.
Maka, dengan semangat halalbihalal dan silaturahim ini, Prof Mu’ti mengimbau agar menjadikannya bagian penting untuk melakukan rekonsiliasi. Dia menyadari, “Rekonsiliasi mudah dikatakan tapi tidak selalu mudah dilakukan.”
Akhirnya, dia mengingatkan kisah pada surat an-Nuur tentang kebohongan yang sangat besar. Mulai ayat 18, kata Prof Mu’ti, menceritakan peristiwa setelah peperangan dengan Bani Mustalik, sekitar tahun ke-5 setelah hijrah.
Di mana istri Nabi Aisyah RA difitnah orang-orang munafik Madinah karena terlihat pulang berduaan dengan sahabat bernama Shafwan ibnul-Mu’aththal as-Sulami. Waktu itu, ada sahabat lain yang ikut menyebarkan berita bohong karena ketidakkritisannya sehingga Abu Bakar marah. Dia adalah Mistha ibn Utsasah pembantu rumah tangga Abu Bakar.
Kemarahan Abu Bakar ternyata membuat Allah menegur lewat an-Nur ayat 22.
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”
Prof Mu’ti lantas menerangkan, kisah seperti ini sering terjadi dalam realitas bermuhammadiyah, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dia menyimpulkan, “Banyak persoalan menyangkut muamalah, relasi hablum minnannas terusik berbagai berita yang kadang bisa mengoyak, merusak ukhuwah, dan persaudaraan di antara kita.”
Dia juga mengaitkan dengan pesan surat al-Hujurat yang banyak memuat penjelasan bagaimana membangun relasi yang rukun. “Ada aturan-aturan yang memang kita itu tidak bisa semaunya dalam bergaul dengan orang yang lain,” imbuhnya. Dia lantas menyinggung pentingnya menjunjung kesopanan di tengah nuansa egaliter terhadap pimpinan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni