Dua Indikator Bersyukur, liputan Alfain Jalaluddin Ramadlan kontributor PWMU.CO
PWMU.CO – Panti Asuhan (PA) dan Pondok Pesantren (PP) Al Mizan Muhammadiyah Lamongan mengadakan Tausiah Ammah untuk seluruh kelas III-IV menjelang ujian akhir Diniyah, Jumat (13/5/22) di Masjid Al Ghoihab Al Mizan Muhammadiyah Lamongan.
Turut hadir Direktur PA dan PP Al Mizan Muhammadiyah Lamongan Mujianto MPdi, Dewan Asatidzah dan kelas III serta VI Diniyah.
Di awal Mujianto menjelaskan, ini adalah Ujian Akhir Diniyah (UAD) yaitu Al-Imtihan An-Nihai, ujian yang paling puncak, tidak ada ujian lagi setelahnya.
“Saking pentingnya ini, maka pada malam hari ini kita bertemu dengan para ustadz dan ustadzah dalam rangka mempersiapkan mental kita, fisik kita, mempersamahkan langkah dan pemahaman kita bahwa tidak ada ujian lagi setalah ini. Itu adalah Al-Imtihan An-Nihai i,” katanya.
Kenapa ada ujian akhir? tanya Mujianto kepada peserta ujian Diniyah. Ujian ini bertujuan untuk eliminasi dan klasifikasi, siapa diantara peserta yang paling baik eksennya.
Bersyukur atau Kufur
Mujianto memberikan kisah Nabi Sulaiman, bahwa di zamanya ada jin yang memindahkan kerajaan. Sangat cepat dalam memindahkan istana. Tapi, ada yang lebih cepat dari itu yaitu dari bangsa Manusia. Padahal jin itu kecepatannya dapat menembus dimensi waktu. Tetapi masih kalah dengan bangsa manusia.
Setelah kerajaan dipindahkan, maka Nabi Sulaiman berkata, ini adalah dari keutamaan rabku untuk menguji aku, apakah aku bersyukur atau kufur.
“Jadi Al-Imtihan An-Nihai i ini untuk menguji kita, bahwa siapa yang pandai bersyukur dan siapa yang pandai berkufur,” ungkapnya.
Kalau ujian ini kita laksanakan dengan sebaik-baiknya maka kita disebut bersyukur. Sebaliknya jika kita tidak menjalankan prinsip-prinsip yang ada berarti kita termasuk kufur.
Indikator Bersyukur
Mujianto menambahkan, cara menghadapinya agar bersyukur, pertama harus dilaksanakan dengan jujur. Seluruh komponen yang ada di ujian ini, harus dilaksanakan dengan prinsip kejujuran.
“Dalam istilah yang lain, kalau di pondok yaitu memberikan hak kepada orang yang berhak. Kalau haknya enam maka kasilah enam, kalau haknya tujuh kasih tujuh.”
Kalau yang didapatkan itu nilainya merah, maka akan dikasih merah, kalau bagus akan diberikan nilai yang bagus.
Kedua, bersungguh-sungguh. Barang siapa bersungguh-sungguh, dapatlah ia. Terus Bagaimana biar bisa bersungguh sungguh? Maka harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, manfaatkan waktu yang ada ini dengan belajar dan terus membaca bukunya.
“Karena dalam Mahfudzot dijelaskan, sebaik-baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku. Yang ketiga ikhlas, yaitu melaksanakan ujian ini bukan untuk nilai, apa dan siapa. Tapi hanya untuk mendapatkan ridhanya Allah SWT.
Dengan ujian, tegasnya, kamu semakin menyadari, tunduk dan khusyuk serta taat kepada Allah dan Rasulnya,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.