Ranting Muhammadiyah Prupuh, Panceng, Gresik, punya kantor dan masjid. Liputan Anshori, kontributor PWMU.CO dari Kota Pudak, Gresik.
PWMU.CO – Warga Muhammadiyah di lingkup Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Panceng, Gresik, kumpul bersama mengadakan Halalbihalal Idul Fitri 1443H, Sabtu (14/5/22). Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Prupuh, Panceng, Gresik, menjadi tuan rumah kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya, Ketua PCM Panceng Syuhadak MPdI menyampaikan kronologis dipilihnya PRM Prupuh sebagai tuan rumah. “Setelah ditawarkan ke semua ranting, PRM Prupuh yang bersedia ditempati kegiatan tahunan ini,” ungkapnya.
Syuhadak melanjutkan, kesiapan Ranting Prupuh bukan tanpa alasan. Karena bersamaan dengan kegiatan ini, diagendakan pula peresmian Masjid KH Ahmad Dahlan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim KH Dr Saad Ibrahim MA.
“Masjid KH Ahmad Dahlan yang akan diresmikan ini, menjadi salah satu amal usaha Muhammadiyah (AUM) milik PRM Prupuh. Amal usaha lainnya ada warung, toko sembako, dan kantor PRM,” ujarnya.
Mentes dan Punya Kantor Sendiri
Meskipun jumlah anggota persyarikatannya minim, sambungnya, PRM Prupuh yang merupakan satu dari 10 ranting di PCM Panceng ini, gerak langkahnya cukup mengesankan. “Orang Jawa bilang mentes,” tuturnya.
Hal tersebut, menurut dia, dibuktikan dengan adanya kantor tersendiri. “Jika kebanyakan ranting belum punya kantor, namun PRM Prupuh sudah memiliki perkantoran sendiri. Setelah punya toko, warung, kantor, serta masjid. Semoga PRM Prupuh segera miliki AUM lembaga pendidikan. Apakah itu jenjang kelompok bermain/TK ABA, SD/MI, syukur-syukur hingga perguruan tinggi,” kata Syuhadak memotivasi.
Sementara dalam tausiah Halalbihalal, Kiai Saad Ibrahim menyampaikan harapan, segala amal ibadah diterima Allah SWT. Juga memohon maaf, atas nama PWM Jatim pada seluruh warga PCM Panceng yang hadir.
“Bagi yang mendapat amanah menjadi pimpinan, maka selayaknya mendahului meminta maaf pada yang dipimpin. Mengapa demikian, karena seorang pimpinan tentu banyak kesalahannya pada yang dipimpin. Ketahuilah, bisa jadi orang kecil itu yang mengetuk pintu langit atas keberhasilan pimpinannya,” paparnya.
Menurutnya, keberhasilan seorang pimpinan itu menjaga hubungan dengan yang dipimpin. “Masihkah mereka mengingat pimpinannya, meskipun selesai menjabat,” jelasnya di hadapan seluruh pengurus PCM, Camat, serta Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-kecamatan Panceng.
Esensi Saling Memaafkan
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang itu juga menyampaikan, esensi halal bihalal adalah saling memaafkan. Yakni berkaitan dengan habluminallah, hubungan manusia dengan Allah SWT dan habluminannaas, hubungan dengan manusia.
“Urusan dengan Allah itu lebih gampang, tinggal minta ampun selesai. Bahkan mengikuti pengajian Halalbihalal seperti ini bisa menjadi wasilah, perantara untuk mendapat ampunan Allah. Lebih sulit jika berurusan dengan manusia,” terangnya.
Karena setiap manusia akan melalui hisab, perhitungan. Sehingga tidak aneh jika di hari hisab nanti ada model manusia yang bangkrut alias merugi. Siapa manusia bangkrut itu. Yaitu orang yang simpanan amal ibadah banyak, lalu habis karena menzalimi saudaranya semasa di dunia.
“Karenanya, momen Halalbihalal seperti ini, sebagai kesempatan yang penting. Apalagi secara diadakan secara bersama-sama. Karena tidak mungkin berkunjung dari rumah ke rumah, berat dan lama tentunya,” ucap Kiai Saad.
Konsep Filsafat Yunani Vs Islam
Kiai Saad juga menyampaikan, menjadi seorang pemaaf itu berat. Tentunya bagi yang sulit memaafkan. Begitu pula memaafkan itu penting. Karena, sulit memaafkan akan menjadikan penyakit hati. Dan selanjutnya menjadi akar dari penyakit lainnya.
“Adalah salah, konsep filsafat Yunani, Aristoteles, yang mengatakan, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Akan tetapi yang tepat, konsep filsafat Islam, Ibnu Sina, dalam jiwa yang sehat terdapat badan yang sehat,” ungkap dia. Oleh karena itu, lanjutnya, memaafkan dan menjadi pemaaf itu penting. Agar tubuh jadi sehat terbebas dari penyakit.
Mengetahui yang hadir juga dari warga Nahdliyin, Ketua PWM Jatim ini menyampaikan sifat tawadhu. Warga Muhammadiyah, menurutnya, juga harus belajar pada saudara Nahdlatul Ulama (NU). Konteknya, terkait sikap egaliter dan ketawadhu’an.
“Memang di Muhammadiyah itu sikap egaliter itu tumbuh kembang. Tapi pada kondisi tertentu perlu belajar pada saudara sebelah. Tiga sikap agar diterapkan dan dikembangkan, yakni saling menghormati, menyayangi, dan tolong-menolong,” pungkasnya.
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.