Investasi Allah untuk Manusia oleh Drh Zainul Muslimin, Ketua Lazismu Jawa Timur.
PWMU.CO– Saya punya pengalaman sederhana memulai usaha, merintis bisnis. Hitung-hitungan input dan output-nya juga sederhana. Anak saya yang nomor tiga namanya Aulia Rahman Fath memilih profesi membantu Mamanya bisnis kuliner. Mulai bikin nasi boks, aqiqah, sampai nasi tumpeng mini maupun jumbo.
Anak millenial itu membantu Mamanya dari sisi markom, desain label produk sampai penggunaan digitalisasinya. Alhamdulillah selama wabah Covid-19 yang memaksa bisnis resto tutup selama dua tahun lantas beralih order makanan lewat online. Ternyata omzet penjualannya melesat dahsyat.
Melihat Mamanya hanya menjual nasi boks, anak milenial ini melihat peluang untuk menjual snack box serta minuman. Jualan snack dan minuman ini tidak satupun diproduksi sendiri. Semuanya melibatkan ibu-ibu dan mbah-mbah dari para sahabat yang membuat usaha kue dan minuman di rumah.
Ada puluhan item produk snack dan minuman. Botol kosong berlabel branding bisnis kita dikirim kepada emak-emak yang membuat minuman sesuai pasar kita. Anak saya Rahman Fath memberi nama minuman itu Raciq.
Memulai bisnis dengan yang paling mudah dan paling murah adalah pilihan tepat. Karena setiap mimpi, setiap aksi akan selalu ada ujian dan cobaan yang selalu ada cost pembelajarannya. Ketika ada ongkos pembelajaran itu maka lost modalnya tidak terlalu besar. Tidak membuat kita harus kolaps.
Untuk itulah kita dibekali Allah banyak alat dan kemampuan untuk bisa memilih, memilih, dan mengeksekusinya dengan cepat, tepat, dan akurat.
Untuk mengukur sukses dan tidak, untung dan rugi, kita sudah terbiasa dengan menghitung input dan output-nya berapa. Bahkan seberapa besar dan luas impact-nya. Tentu dengan berpegang kepada kaidah efisiensi dan efektivitas kita menghendaki output jauh lebih besar daripada input.
Investasi Allah
Pernahkah kita menghitung seberapa besar dan dahsyat investasi atau input yang telah Allah tanamkan pada diri kita. Bahkan kita tak akan mampu menghitungnya. Lalu seberapa besar dan dahsyat output dari kita. Seberapa luas dan dahsyat impact yang telah kita tebar.
Kita sudah semestinya bisa menghasilkan output sekaligus impact yang dahsyat karena memang investasi nilainya juga sangat dahsyat atas karuniaNya yang berupa organ-organ tubuh yang sempurna serta karunia iman dan Islam.
Tetapi anehnya kita justru takut dibebani target-target yang besar padahal kita di-backup sepenuhnya oleh Allah Yang Maha Besar. Yang kesemuanya itu memungkinkan apa saja yang kita lakukan agar tidak terjadi kerugian, tidak terjadi lost.
Kita sering mendengar bahkan menjadi kebanggaan bahwa siapapun yang berjuang, yang berdakwah di Persyarikatan ini tidak ada yang bergaji, tidak ada yang berbayar. Tetapi persoalannya adalah apakah setiap eksekusi dari aksi yang kita lakukan sebagai upaya mewujud-nyatakan dari program yang sudah semestinya dijalankan itu menghasilkan output dan impact yang memadai, yang besar. Tentu harus diupayakan kalau bisa malah menghasilkan output dan impact yang jauh lebih tinggi, lebih dahsyat dari input-nya.
Kebanggaan tak bergaji itu kadang justru menjadi bumerang karena dengan minimnya kompetensi serta referensi yang kita miliki maka eksekusi yang kita lakukan justru malah menghadirkan kerugian yang sangat besar.
Bukankah ini uang umat, yang pengelolaannya tentu harus jauh lebih berhati-hati dibanding uang sendiri. Sebagai pebisnis saya biasa menghadapi lost (kerugian), tapi kan uang saya sendiri yang pertanggung-jawabannya tentu tidak serumit mengelola uang umat.
Target Terukur
Di Lazismu kita mengenal IKU (Indikator Kinerja Utama) dan IKAL (Indikator Kinerja Aksi Layanan) yang tentu semuanya juga tetap harus berpegang pada kaidah efisiensi dan efektivitas. Agar semua yang kita lakukan terukur dan memenuhi target yang telah kita canangkan, agar sukses dan menghadirkan keberkahan.
Untuk itulah Islam mengajarkan kepada kita agar menjadi orang sukses. Syaratnya menunaikan amanah dan janji kita. Tentu tidak ada satupun yang dipaksa untuk menduduki jabatan dan kepemimpinan di Persyarikatan ini.
Tapi harus lebih disadari bahwa keberadaan kita dengan amanah yang sudah kita sandang itu pada saat yang sama telah menutup peluang orang lain yang lebih dahsyat dari kita untuk duduk di tempat yang kita duduki itu. Untuk mengemban amanah yang sudah duluan kita ambil, kita sandang.
Karenanya tidak ada cara lain kecuali kita harus berupaya maksimal untuk mengerahkan seluruh potensi serta kesempatan yang telah Allah karuniakan kepada kita dengan cara mengurus amanah yang kita sandang itu dengan cara mengurus yang terbaik, serius, fokus, dan terus menerus.
Syarat berikutnya agar sukses adalah meninggalkan hal yang sia-sia. Menjauhi kesia-siaan. Kesia-siaan saja tidak boleh terjadi apalagi sampai terjadi kemubaziran. Apalagi kerugian.
Tentu semua ini harus sangat dihindari dengan upaya yang lebih maksimal lagi. Semua aksi yang kita lakukan haruslah terukur dan setiap saat bisa dievaluasi yang kesemuanya ini membutuhkan catatan data yang lengkap, yang baik, yang akurat dan selalu update. Yang berpegang teguh pada kaidah efisiensi dan efektivitas.
Tetap semangat berbagi manfaat. Bismillah.
Editor Sugeng Purwanto