Pemerintah Indonesia Harus Jelaskan
Pemerintah Indonesia harus menjelaskan insiden ini. Penjelasan Dubes Tommy tidak bermakna apa pun. Harus dijelaskan mengapa muncul ‘’red notice’’ pada imigrasi Singapura yang membuat UAS dicekal. Menteri Hukum dan HAM harus menjelaskan apakah memang ada order dari Indonesia untuk mencekal UAS.
UAS tidak pernah terlibat dalam kasus kriminal apapun, tidak pernah diadili dalam kasus korupsi apapun, tidak pernah terlibat dalam tindak terorisme apapun. Meski demikian, Singapura berani melakukan cekal terhadapnya tanpa memberi penjelasan yang memuaskan.
UAS menganggap pemerintah Singapura sombong dengan melakukan pencekalan terhadap dirinya. UAS mengingatkan bahwa Singapura adalah negara kecil dibanding Indonesia. Dengan berseloroh UAS mengatakan Singapura akan tenggelam kalau semua orang Indonesia buang air kecil bersama-sama dan diarahkan ke Singapura.
UAS juga mengingatkan bahwa di masa lalu Tumasik diserang oleh pasukan Kerajaan Demak dan takluk. Ketika itu Singapura masih disebut sebagai Tumasik dan dianggap sebagai bagian dari wilayah Nusantara. Semasa kekuasaan Majapahit Patih Gajah Mada mendeklarasikan Sumpah Palapa untuk mempersatukan seluruh Nusantara, termasuk Tumasik.
UAS menyebut bangsa Singapura yang berkuasa sekarang ini adalah bangsa pendatang yang awalnya minoritas. Sejarah Singapura menunjukkan bahwa wilayah itu sebelumnya menjadi bagian dari Malaysia. Ketika Malaysia mendapatkan kemerdekaan dari Inggris pada 1957 Singapura menjadi bagian dari Federasi Malaysia.
Singapura yang penduduknya mayoritas etnis China memisahkan diri dari Malaysia dan merdeka pada 1965. Lee Kuan Yew memimpin Singapura sebagai perdana menteri secara otoriter dan tangan besi. Tidak ada demokrasi dan tidak ada oposisi dalam sistem politik Singapura. Lee hanya fokus pada pembagunan ekonomi untuk mengejar kemakmuran dan kesejahteraan dengan mengabaikan hak-hak demokratis warga.
Sistem pemerintahan Singapura adalah sekuler dengan memisahkan agama dari politik nasional. Etnis Melayu yang muslim menjadi etnis minoritas dengan peran yang marginal. Kemakmuran ekonomi Singapura yang konsisten selama 40 tahun terakhir menjadikan negara itu stabil.
Israel-nya Asia
Sebagai negara kecil Singapura mempunyai ketakutan terhadap negara-negara tetangganya, terutama Malaysia dan Indonesia yang mempunyai penduduk mayoritas Muslim. Singapura disebut sebagai ‘’Israel-nya Asia’’ karena hidup di tengah kepungan negara-negara tetangga yang berbeda ideologi.
Pemimpin Singapura Lee Kuan Yew bersaing keras dengan pemimpin Malaysia Mahathir Muhammad. Kedua pemimpin ini mempunyai karakter yang hampir sama, yaitu sama-sama cenderung nasionalis yang chauvinistis. Lee membanggakan identitas konfusianisme Singapura dan Mahathir sangat bangga dengan identitas Islam dan Melayu.
Mahathir menyadari bahwa bangsa Melayu tertinggal dari bangsa lain seperti China, India, dan Eropa yang menjadi penduduk Malaysia. Karena itu Mahathir menerapkan kebijakan ‘’affirmative action’’ yang memberi privilege kepada etnis Melayu bumiputera dalam bentuk pemberian kredit murah dan pendidikan gratis. Dengan program ini Mahathir ingin supaya etnis Melayu bisa bersaing dengan etnis minoritas lain, terutama China.
Ketegangan etnis China dengan Melayu meledak menjadi kerusuhan anti-China yang meluas pada 1964. Ketika itu Singapura masih menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Kerusuhan anti-China itu terjadi bertepatan dengan momen Maulud Nabi. Kerusuhan meluas tidak terkendali. Singapura kemudian memutuskan diri keluar dari federasi dan memerdekakan diri pada 1965.
Kecurigaan Singapura terhadap etnis Melayu Islam masih tetap hidup sampai sekarang. Kecurigaan yang sama juga terjadi terhadap Indonesia. Ketika B.J Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto, Singapura ketakutan karena melihat Habibie akan membawa gerbong Islam dalam pemerintahannya.
Singapura tidak mengucapkan selamat atas terbentuknya pemerintahan Habibie. Hal ini dianggap sebagai sinyal bahwa Singapura tidak suka terhadap pemerintahan Habibie yang demokratis. Habibie menyulut insiden diplomatik dengan menyebut Singapura sebagai ‘’the little red dot country’’ negara titik kecil merah.
Selama puluhan tahun Singapura tidak mempunyai hubungan ekstradisi degan Indonesia. Karena itu kemudian Singapura disebut sebagai surga bagi pelarian Indonesia. Para pengemplang pajak dan koruptor bersembunyi dengan aman di Singapura. Baru pada 2021 Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi, dengan kompensasi Singapura diberi hak kontrol atas wilayah udara Indonesia Batam dan Riau.
Insiden UAS membelah netizen Indonesia menjadi dua kubu pro dan kontra. Tetapi UAS mempunyai pendukung yang luas di Riau dan Kepulauan Riau. Pemerintah Indonesia dan Singapura harus menjelaskan insiden ini supaya tidak berkembang menjadi insiden yang lebih luas. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni