Maka di antara manusia ada juga orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”. Dan di antara mereka adajuga orang yang berdoa ”Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Jadi, kebahagiaan menurut ayat tersebut adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu.
Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.
Al-Ghazali pun berpendapat bahwa puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma’rifatullah. Semakin mengingat dan dekat dengan Allah, maka itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Allah.
Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat berkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri. Kegembiraan itu naik berlipat ganda, kalau dia dapat berkenalan dengan yang lebih tinggi lagi, misalnya raja atau presiden.
Maka sudah barang tentu berkenalan dengan Allah SWT adalah puncak dari segala macam kegembiraan itu. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia. Sebab, tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah SWT. Dan oleh sebab itu tidak ada ma’rifat yang lebih lezat dan bahagia selain dari ma’rifatullah. Rasa cinta kepada Allah.
Orang yang bisa merasakan kebahagiaan itulah orang-orang yang beruntung. Dan untuk mendapatkan semua itu ada tujuh sifat yang harus dimiliki manusia dalam surat Al-mu’minuun Ayat 1-11. Yaitu, orang yang beriman, khusyu’ dalam shalatnya, menjauhkan diri dari perkataan yang tiada berguna, menunaikan zakat, menjaga kehormatannya kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, menjaga amanah dan menjaga shalatnya. Merekalah yang akan mewarisi surga fidaus dan akan kekal dalam kebahagiaan.
Penulis: Uzlifah, Wakil Ketua Majelis Pembinaan Kader Pimpinan Daerah Aisyiyah (MPK PDA) Kota Malang.