Maqam Tinggi Buya Syafii di Mata Din Syamsuddin, ditulis khusus oleh Prof Din Syamsuddin di Bandara Soeta saat menunggu GA menuju JIA, Jumat (27/5/2022).
PWMU.CO – Kepulangan Buya Prof Dr Ahmad Syafii Maarif ke hadirat Sang Maha Pencipta, Jumat (27/5/2022) bukan hanya kehilangan bagi keluarga besar Muhammadiyah, tapi juga bangsa Indonesia dan dunia Islam.
Almarhum adalah seorang sosok ulama, cendekiawan, dan pujangga yang telah banyak melahirkan pikiran bernas dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa.
Pikiran-pikiran almarhum reflektif, kritis, dan menggelitik. Hal demikian bertolak dari batin yang resah dan gelisah terhadap realitas kehidupan umat Islam atau bangsa Indonesia yang antara idealitas dan realitas dinilainya masih senjang dan berjarak. Sebagai pengejawantahannya lahirlah kritik-kritik (tepatnya otokritik) yang keras bahkan “pedas”, yang oleh sebagian dirasakan tidak nyaman didengar.
Selama bergaul bersama Buya Syafii Maarif—khususnya sebagai wakilnya di Pimpinan Pusat Muhammadiyah waktu itu—saya menyaksikan almarhum sejatinya adalah seorang unik, perenung, dan pegaul yang simpatik.
Pikiran-pikiran kritis-reflektifnya lahir dari obsesi tinggi akan kemajuan umat, kemajuan bangsa. Dia sampaikan dengan ketulusan tanpa pamrih (bahkan terkesan nyaris “lugu politik”), karena baginya keyakinan akan kebenaran harus disampaikan demi kebenaran itu sendiri.
Dan, baginya otokritik perlu berdaya kejut (shock teraphy), karena hanya dengan demikian kaum yang sedang tidur pulas akan terbangunkan.
Gerakan Ilmu
Sebagian pikirannya sudah terlembaga dalam wawasan kemuhammadiyahan dan menjelma dalam gerakan pencerahan Muhammadiyah. Sebagian yang lain (yang juga menjadi pikiran banyak tokoh Muhammadiyah) masih harus terus diperjuangkan, yakni menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu.
Dalam hal ini, Muhammadiyah memang sudah melampaui gerakan ilmu karena praksisme yang diamalkannya juga berbasis ilmu (walau bersifat sederhana). Namun, untuk menjadi gerakan peradaban untuk terwujudnya peradaban utama (high civilization) basis keilmuan gerakan Muhammadiyah masih perlu didalam-tinggikan dalam suatu kerangka ontologis dan epistemologis yang kuat.
Di sinilah maqam tinggi pikiran almarhum Buya Syafii Maarif. Semoga kegelisahan itu dibawanya ke alam barzakh dan kita semua masih dapat berdialog secara ruhiyah untuk menjadikan perjuangan mewujudkan pikiran-pikiran almarhum sebagai amanah bagi kita dan amal jariah bagi jiwa yang tengah pergi ke haribaan Sang Robbi.
Ya Ayyatuha al-Nafs al-Muthmainnah, Irji’i ila Robbiki Rodhiyatan Mardhiyyah, Fa udkhuli fi ‘ibady wa udkhuli jannaty. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni