Ciri-Ciri Perempuan Berkemajuan
Rukmini menegaskan perempuan berkemajuan ialah mereka yang mampu mengaktualisasikan keimanan, ketakwaannya kepada Allah SWT, serta pengamalan amal shalihnya dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya secara leluasa, baik di ruang domestik maupun publik.
“Oleh karena itu Aisyiyah telah merumuskan tujuh strategi untuk mewujudkan visi Islam berkemajuan, gerakan pencerahan, dan perempuan berkemajuan,” jelasnya.
Di antaranya, sambung dia, adalah pengembangan gerakan keilmuan, penguatan keluarga sakinah, reaktualisasi usaha praksis, peran keumatan dan kemanusiaan, peran kebangsaan, posisi organisasi dan ideologisasi, dan dinamisasi kepemimpinan.
Selanjutnya, mubalighat yang juga menyebarkan dakwahnya lewat channel YouTube ini menjelaskan pembinaan keluarga sakinah merupakan salah satu program prioritas Aisyiyah, di mana keluarga merupakan tempat persemaian, pengembangan, dan pembinaan generasi penerus bangsa.
Rukmini lantas meyebutkan karakteristik gerakan perempuan Islam berkemajuan yang menjadi pesan dari milad ke-105 Aisyiyah ini. Yaitu berpaham Islam berkemajuan, bercita-cita membangun khairu ummah (masyarakat unggul), bervisi dakwah atau tajdid yang mencerahkan.
Lalu menjunjung tinggi martabat manusia, membangun keluarga yang sakinah, gerakan yang menguasai iptek dan pikiran maju, mengembangkan sumber daya manusia (SDM), proaktif seperti roda bergerak untuk ide kreatif karya berkemajuan.
“Ada hal penting dari pesan milad Aisyiyah berkaitan dengan keluarga sakinah. Yang pertama berpaham Islam berkemajuan. Tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan tugas-tugas pengkajian dan Persyarikatan. Hanya saja ada beberapa syariat yang membedakan seperti pengaturan shaff laki-laki dan perempuan.”
Menurutnya pengaturan shaf laki-laki dan perempuan berbeda yaitu laki-laki di depan dan perempuan di belakang karena fitrah laki-laki adalah tertarik pada perempuan. Ia lantas mengutip Surat Ali Imran ayat 14 yang menjelaskan ketertarikan laki-laki pada perempuan.
Oleh karena itu, ia mengamini apa yang disabdakan oleh Rasulullah, “Janganlah seorang istri menceritakan seorang perempuan lain lalu menyifati (kecantikan) wanita itu kepada suaminya seakan-akan ia (suami) melihatnya.” (HR Bukhari) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni