Kawan Dekat Mahasiswa UII
Pak Syafii pernah bersama Mas Kuntowijoyo, Affan Gaffar, dan saya menjadi penasihat majalah mahasiswa UII, Himmah, yang dikelola Hamid Basyaib, AE Priyono, dan kawan-kawannya. Meski kami berempat bukan dosen di UII, kami dekat dengan kawan-kawan di sana.
Pak Syafii pernah diundang ke UII bersama Nurcholish Madjid (Cak Nur)—sesama alumnus Chicago—dan Fachri Ali dari Jakarta untuk diskusi. Panitia meminta saya menjadi moderatornya. Mungkin karena mereka tahu saya mengenal ketiganya. Keesokan harinya, ada dialog lagi dengan Cak Nur di Hotel Sri Manganti, Jalan Solo. Meski saya terlambat datang dari rumah di Wijilan, tapi diskusi yang saya ikuti cukup seru.
Ada peristiwa tak terlupakan saat saya dan Buya Syafii tinggal sekamar hotel selama tiga hari tiga malam di Kuala Lumpur. Yaitu untuk menghadiri World Dialog tentang Globalisasi, Agama-Agama, dan Perdamaian yang digelar International Movement for the Just World. Pemimpinnya sahabat lama saya, Prof Dr Chandra Muzaffar yang pernah berkunjung ke rumah kami di Jakarta.
Hadir para tokoh perdamaian dan agama seperti Richard Falk dari Princeton, hakim agung dari India Justice Baghwati, mantan Menteri Pendidikan India Swami Agnivesh, dan tokoh Gerakan Indeks Kebahagiaan Nasional Bangkok sekaligus pendiri INEB Ajarn Sulak Sivaraksa.
Buya Syafii bersama saya juga mendapat undangan Round Table bersama Prof Dr Syed Hossein Al Attas. Dialah tokoh ilmuwan Malaysia, penulis buku The Sociology of Corruption, The Myth of the Lazy Native, mantan Vice Chancellor (Rektor) Universiti Malaya, dan bersama Paul Knitter bekerja di lembaga pendidikan Dinas Luar Negeri Malaysia.
Teladan Alumnus Muallimin Yogyakarta
Pada Milad Ke-100 Madrasah Muallimin dan Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta—18 Desember 2018—saya sempat mendampingi Buya Syafii bersama Dr Noordjannah Djohantini, Ketua Umum PP Aisyiyah yang juga alumnus Muallimaat. Sebelum bertausiah, Buya Syafii sempat menyapa Lik Murdiyo—kawan sekelasnya di Muallimin—-dan bapak-bapak alumnus lainnya.
Menjelang acara puncak itu, saya pernah mendapat undangan bersama Buya Syafii berdiskusi panel di Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB). Saat itu, sang rektor, Dr Dahsan dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Dr Saifullah juga alumnus Muallimin.
Di akhir hayat Buya Syafii, saya beberapa kali bersama dalam pertemuan Panitia Pembangunan Kampus Terpadu Muallimin Muhammadiyah—di Sedayu, Yogya barat, dengan masjidnya yang indah dan megah—dengan BPH Muallimiin dan Muallimaat. Buya Syafii sangat besar jasanya dalam merenovasi gedung Muallimin di Jalan S. Parman dan dalam pembangunan kampus terpadu itu.
Sebagai alumnus Muallimin, Buya Syafii telah memberikan keteladanan sebagai kader persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan. Kini Buya telah kembali ke haribaan Yang Maha Pengasih. Jasa-jasa dan keteladanannya akan tetap kita kenang dan akan menjadi warisan bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan yang abadi. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN