PWMU.CO– PII (Pelajar Islam Indonesia) membangun gedung Pesantren Terpadu Empat Mei di Badas Kediri, Ahad (29/5/2022).
Peletakan batu pertama dihadiri Ketua Umum Pimpinan Wilayah Keluarga Besar (KB) Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur, Prof Dr Zainudin Maliki MSi dan Ketua Pimpinan Pusat KB PII Nashrullah Larada SH.
Lokasi gedung pesantren di tanah lapang belakang Masjid Muti’ah Dusun Nepen Desa Krecek Kec. Badas Kabupaten Kediri.
Dalam sambutannya Prof Zainuddin Maliki mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfudz MD yang mengatakan, negeri ini membutuhkan strong leader.
”Nah rekrutmen strong leader itu melalui Pemilu. Persoalannya umat Islam dalam menghadapi Pemilu, perilaku pemilih kita menggambarkan perilaku-perilaku yang tidak waras,” katanya.
Dia menceritakan, berangkat dari rumah ke TPS niatnya bismillahirrahmaan maju tak gentar nyoblos yang bayar. Karena itu semakin sulit kita bermimpi untuk mendapatkan the strong leader di negeri ini.
”Kita kemudian menghadapi bad news yang lain. Penyakit yang disebut dengan leader sheepless, penyakit defisit pemimpin yang punya jiwa kepemimpinan,” tuturnya.
Bermimpi punya strong leaders, kata Zainuddin, tapi faktanya kemudian kita peroleh dari Pemilu ke Pemilu adalah leader sheeples. Kalau tidak kita perbaiki perilaku kita di dalam berpolitik, kita tidak akan mengubah keadaan.
Pilih Apa
”Gerakan membangun gedung pesantren terpadu ini, menurut dia, adalah langkah-langkah terukur. Jadi bagian mewujudkan apa yang menjadi obsesi kami, ada kekuatan yang bisa memberi solusi terhadap the bad news yang begitu banyak yang dihadapi oleh bangsa ini,” katanya disambut tepuk tangan serempak hadirin.
”Nanti tahun 2024 milih apa?” tanya Zainuddin Maliki. Hadirin serempak menjawab: Anies….
”Itu presidennya. Kalau partainya?”
Hadirin terdiam. Kemudian Ketua PAN Jawa Tengah itu melanjutkan ceramahnya, jumlahnya itu sedikit, tapi kemudian akibatnya yang sedikit itu bagaikan tumpukan daun kering. Di samping mudah dibakar, mudah pula ditiup angin, terbang ke mana-mana gak jelas jatuhnya ke mana.
”Ini kondisi kita, jadi jangan bermimpi nanti akan mendapat pemimpin, seperti yang kita harapkan,” tandasnya.
Presiden itu yang mengusulkan partai, lanjutnya, nah Anda kan tidak punya partai tho? ”Lha semua partai Anda benci kok. Nah padahal yang ngusung calon legislatif adalah partai politik,” ujarnya.
Ibarat Beli Pisau
Menurut dia, kita berpolitik itu seperti ibu-ibu rumah tangga pegang pisau. Pisaunya gak bisa untuk memotong sayur, daging, bawang, lalu dibuang. Bawa uang sepuluh ribu pergi ke pasar. Beli yang baru. Pulang bawa dua pisau.
”Berpolitik kok begitu. Gara gara ikut mendukung pemenundaan Pemilu, udah buang saja, beli yang baru. Loh berpolitik kok begini, berpolitik kayak kita ini, seperti ibu-ibu di rumah tangga. Pisaunya gak bisa dipakai beli dipasar yang baru. Kalau pisau bisa, partai gak bisa,” katanya.
”Bedanya di PII dan di partai itu, kalau di PII hidup-hidupilah PII, jangan mencari penghidupan di PII. Jadi kalau di PII ada konflik, selesai, yang kalah gak akan membentuk PII tandingan, nggak ada,” selorohnya.
Tapi kalau di politik, logikanya beda. Logikanya who get what (siapa mendapat apa), yang dapat jalan terus. ”Nah saya ini karena masih dapat, jalan terus,” ujarnya. Hadirin tertawa bersama sambil tepuk tangan.
”Kalau tidak dapat, mikir saya, ada yang sudah tidak tahan, pergi, bikin partai baru, di tempat yang baru logikanya sama. Jangan lupa itu, catat itu, logikanya masih, who get what. Wong belum ikut Pemilu sudah ada yang keluar kok. Jadi kalau sekarang masih ada partai yang survive itu artinya sudah mempunyai pengalaman melewati berbagai macam konflik. Tahu maksudnya siapa?” Lagi lagi hadirin dibuat terpingkal pingkal.
Jadi di politik itu who get what, tapi kalau di PII who give what ? Apa yang bisa Anda berikan kepada pesantren terpadu ini, yang baru saja diletakkan batu pertamanya, apa yang bisa Anda berikan.
” Makanya ada yang bilang, wah ndak mau, jangan hubungan dengan orang-orang politik, politisi itu kotor, akhirnya dijauhilah politik. Karena dijauhi politik diambil orang. Undang-undangnya diatur orang, kekuasaannya diambil orang, anggarannya dihabiskan orang, ngaplo akhirnya,” ujarnya.
Penulis Dahlansae Editor Sugeng Purwanto