Melawan Tradisi Lokal
“Allah sudah merencanakan segalanya, saya lakukan saja. Sebenarnya menurut tradisi lokal saya tidak boleh keluar sebelum 40 hari,” ungkapnya sambil tersenyum tipis.
Mendengar suaminya akan mengikuti kegiatan selama lima hari, sang istri, Fitri, bisa memahami sepenuhnya. ”Dia menunjukan ekspresi yang biasa,” ungkap Luki. Menurut Luqi, waktu pendaftaran sudah menyampaikan niatnya, sehingga sudah terkondisi sebelumnya.
“Sekalian saya niatkan ikut Diksuspala sebagai bagian mematahkan mitos lokal,” kata Luqi tertawa lebar, diikuti tawa teman-teman yang lain.
Luqi paham betul bahwa mitos ini tidak sesuai dengan prinsip akidah Islam yang selama ini dipahami selama belajar di pondok pesantren.
Justru respon dingin tampak pada orangtua Luqi sendiri, yang tidak menginginkan Luqi keluar dulu, dengan alasan belum 40 hari.
“Mertua tidak apa-apa. Mempersilakan saya mengikuti kegiatan asal istri saya setuju,” tandas alumnud SMA, Pondok Pesantren Karangasem Muhammadiyah Paciran, Lamongan, tahun 2015, itu
Selama mengikuti Diksuspala, Luqi agak galau sedikit, karena sinyal seluler di lokasi acara agak kurang stabil. Hal ini yang menjadi bahan ledekan teman-teman kelompok Diksuspala kelas SMK.
“Aduh kasihan rek, kemanten anyar ditinggal acara,” canda Hartoyo, peserta dari SMK Muhammadiyah 1 Ngawi.
Luqi kini tinggal di Desa Daun Kecamatan Sangkapura, Bawean, Gresik. Di SMK Muhammadiyah 4 Bawean Luqi menjabat sebagai Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, sejak tahun 2017. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni