Kendali Mutu dan Biaya
Di bagian lain Handayanto menerangkan, kewajiban klinik di Permenkes No 9 Tahun 2014Pasal 35 Huruf J adalah melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi sementara ini seolah-olah BPJS kesehatan yang mengubah semuanya, tidak. Sebetulnya kementerian yang bikin aturan,” dia mengingatkan.
Menurutnya, ada persepsi yang keliru soal BPJS. Pasien takut pada BPJS karena dianggap yang membiayai. “Padahal yang bikin aturan itu bukan BPJS (juga bukan) yang membiayai, tapi pemiknya. Jadi sementara ini kita merasa takut pada BPJS karena (dianggap) yang bayari,” terangnya.
Handayanto lalu memberikan trik bagaimana strategi supaya akreditasi itu mudah, bukan hal yang rumit. “Sebelum bapak ibu didatangi surveyor, simulasi dulu seolah-olah yang sudah lulus pendamping-pendamping. Jadi surveyor datang boleh, soalnya sudah dibocorkan.
“Nah, petugas kesehatan rata-rata kalau perawat sudah lulus perawatnya, dokternya juga lulus dokter, tinggal gimana mengemasnya harus terkait satu sama lainnya,” jelasnya.
Keberhasilan Akreditasi
Handayanto mengatakan keberhasilan akreditasi Itu meliputi semua faktor, dukungan, kemampuan untuk edukasi, dan stakeholder. “Seperti rakerda ini adalah salah satu strategi jitu. Rumah sakit, klinik, dijadikan satu saling menolong,” puji dia.
Yang paling penting dan mendasar adalah kemitraan dalam mencapai tujuan. “Akreditasi ini keniscayaan. Kalau Bapak-Ibu masih kepingin kliniknya hidup, kepingin kliniknya bermutu, dan akreditasi Itu mudah. Sebetulnya kalau Bapak-Ibu kompak yang terkait berproses, ya pendukung inputnya apa sarana, prasarana, tenaga, dan anggaran,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni