Nasihat Natsir soal Penyakit Cinta Dunia; Oleh M. Anwar Djaelani, dosen Akademi Dakwah Indonesia Jatim dan penulis buku.
PWMU.CO – Di antara penyakit yang harus kita waspadai adalah cinta dunia karena sangat merusak. Buya Natsir (1908-1993), pernah mengingatkan tentang hal ini. Pahlawan Nasional itu memberi semacam petunjuk bagaimana seharusnya dalam menyelesaikan masalah ini.
Di sebuah kesempatan, di sekitar 1986-1987, Natsir menyatakan pendapatnya. Bahwa, kata lelaki asal Alahan Panjang, Solok Sumatera Barat itu, salah satu penyakit bangsa Indonesia—termasuk umat Islam—adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia. Untuk menggambarkan bahwa ini penyakit, bahkan laten, sang ulama-negarawan tersebut lalu menyandarkannya kepada sebuah hadits (Natsir Pesan Perjuangan Seorang Bapak, 2019: h69).
Hadits riwayat Abu Daud dan Ahmad berikut ini, yang dimaksud Natsir: Rasulullah SAW bersabda: “Akan tiba suatu saat di mana seluruh manusia bersatu padu melawan kalian dari segala penjuru, seperti halnya berkumpulnya manusia mengelilingi meja makan.”
Kemudian seseorang bertanya: ”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah jumlah Muslim pada saat itu sedikit?”
Rasulullah berkata: ”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’.”
Kemudian seseorang bertanya: ”Apa itu ’wahn’?”
Rasulullah berkata: ”Cinta dunia dan takut mati.”
Selanjutnya, di halaman 70 buku yang telah disebut di atas, Natsir mewanti-wanti kita. Kata lelaki teduh yang pernah menjadi Perdana Menteri itu, jika gejala penyakit cinta dunia ini dibiarkan berkembang terus maka bisa saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian (seperti) yang menimpa (umat) Islam di Spanyol.
Pelajaran Besar
Spanyol, ada apa di sana? Di akhir abad 15 kekuasaan Islam di Spanyol jatuh. Mengapa?
Kala itu di Spanyol, penguasa terakhir yaitu Raja Abu Abdillah, harus menyerahkan kekuasaan kepada Raja Ferdinand dari Castilia dan Ratu Isabella dari Aragon. Ketika Raja Abdillah akan berangkat ke Afrika Utara, sebagai tempat pembuangannya, di pantai Spanyol dia sempat menoleh. Terbayang megahnya Istana Al-Hambra di Granada, indahnya masjid dengan 1400 pilar di Cordova, dan kebesaran-kebesaran lain yang tersebar di Malaga, Marcia, Sevilla, dan Barcelona. Tak tahan, dia berurai air mata.
Ratu Aisyah, ibu dari Raja Abdillah, yang berada di sampingnya berkata: “Engkau tangisi sekarang negara yang terpaksa engkau tinggalkan sebagaimana tangisnya perempuan. Padahal, engkau tak sanggup mempertahankan dengan darahmu sebagai seorang laki-laki.”
Memang, jatuhnya kejayaan umat Islam (misal, pada abad 13 Baghdad jatuh) selalu didahului dengan hal-hal yang terkait cinta dunia. Sebagai contoh, di antaranya seperti intrik-intrik politik atau pertarungan antar-golongan dan mementingkan diri sendiri.
Padahal Rasulullah Saw, sekali lagi, telah mengingatkan bahwa kelak umat Islam akan seperti buih yang dihempas gelombang tak tentu arah. Posisinya lemah dan tak diperhitungkan lawan. Semua itu, bukan karena sedikitnya bilangan, tetapi karena penyakit cinta dunia dan takut mati.
Baca sambungan di halaman 2: PR Penguasa