Ternyata Haji Mabrur Bisa dari Rumah, liputan kontributor PWMU.CO Kabupaten Gresik Abdul Kholid Achmad.
PWMU.CO – Pagi cerah di salah satu sudut Kota Gresik berkumpul para jamaah yang haus ilmu agama berbondong-bondong berdatangan dari segala arah. Ada yang menggunakan moda transportasi mandiri ada pula yang rombongan. Terlihat wajah-wajah yang berseri datang ke Masjid KH Ahmad Dahlan Gresik, Ahad (12/6/2022).
Sebelum kegiatan Pengajian Ahad Pagi oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr HM Sulthon Amien MM, sebagian dari mereka shalat Dhuha, ada yang asyik dengan merendam kakinya di kolam penuh ikan yang bisa terapi, ada juga yang bersilaturrahin bercakap dengan sahabat lainnya. Nuansa yang menggembirakan dan menyejukkan di Ahad pagi ini juga diperlihatkan anak-anak dan remaja yang turut bersama keluarga mereka.
Mengawali Pengajian Ahad Pagi, Ustadz Sulthon mengajukan pertanyaan kepada jamaah. “Siapa yang masih ingin berangkat haji angkat tangan?”
Beberapa jamaah mengangkat tangan dengan malu-malu disambut dengan senyum Ustadz Sulthon—sapaan akrabnya.
“Antrean Gresik berapa tahun? Umurmu berapa?” tanyanya lagi kepada jamaah.
Biaya Haji 250 Juta Dibeli
Menurutnya haji adalah kekayaan spiritual dengan makna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga tidak mungkin untuk membendung umat Islam untuk berhaji atau umrsh. Khususnya Indonesia, meskipun dengan harga yang mahal masih banyak umat muslim Indonesia berkeinginan untuk menunaikan salah satu rukun Islam itu.
“Lha wong rego 250 juta rupiah untuk haji plus dengan antrean lima tahun saja masih dibeli kok,” candanya setelah bertanya kepada salah satu pengurus Cakra Tour yang hadir pagi itu.
Makna haji, lanjutnya, memiliki makna spiritualitas yakni khusyuk dalam ibadah. Beliau kemudian mengutip al-Quran surat al-Mukminun ayat 2
“Alladzina hum fi shalatihim khasyiun. Bisa juga bermakna alladzina hum khaisyiuna fi shalah. Bahwa dalam shalatnya orang-orang yang khusyuk akan berimplikasi pada aktifitas keseharian setelah melaksanakan sholat,” ujarnya.
Karya atau Pahala
Setelah sekian refleksi dari aktivitas ibadah haji dengan pengalaman beliau saat melaksanakannya termasuk perjuangannya untuk dapat mencium hajar aswad. Jamaah antusias mendengarkan dengan sesekali ada canda yg disampaikan oleh Ustadz Sulthon.
“Karya atau pahala?” tanya Ustadz Sulthon kepada jamaah. Sebagian besar menyahut pahala. Setelah jamaah menjawab, beliau menayangkan slide yg berisi surat al-Baqarah ayat 127 sambil meminta jamaah untuk membuka HP masing-masing.
“Biar HP-nya pernah diajak ngaji,” sindirnya disambut tawa jamaah.
Allah SWT berfirman:
وَاِ ذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَا عِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِ سْمٰعِيْلُ ۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” sitirnya.
Rabbana taqabbal minna menurut Ustadz Sulthon bermakna bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail berdoa agar Allah menerima karya yang telah dibangunnya. Dan setelah selesai mereka berdua mengitari sebanyak tujuh kali atas kegembiraan, kesenangan sebagai rasa syukur kepada Allah, yang sekarang kita kenal dengan tawaf.
“Aktivitas demikian dilakukan oleh umat Islam saat ibadah haji adalah menapaktilasi kegembiraan Nabi Ibrahim untuk syukur kepada Allah dengan bertalbiaah, bertasbih, bertahmid, bertahlil dan beristighfar. Subhanallah walhamdulillah wa lailaha illallah, Allahu Akbar,” jelasnya.
Perempuan Cari Solusi Kehidupan, apalagi Laki-laki
Dilanjutkan dengan penjelasan surat al-Baqarah ayat 158:
اِنَّ الصَّفَا وَا لْمَرْوَةَ مِنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَا حَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا ۙ فَاِ نَّ اللّٰهَ شَا كِرٌ عَلِيْمٌ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui,” kutipnya.
Shafa dan Marwah, sambungnya, adalah syiar bagi umat Islam yaitu menapaktilasi aktifitas ikhtiar seorang perempuan Siti Hajar untuk mencari air sebagai ganti susu bagi anaknya. Ikhtiar dari Siti Hajar yang kita kenal dalam rangkaian ibadah haji dengan sa’i.
“Jika direfleksi dari napak tilas tersebut adalah untuk memberikan gambaran bahwa kalau perempuan saja mencari solusi kehidupan untuk keluar dari masalah, apalagi laki-laki yang telah diwajibkan baginya untuk menjadi pemimpin bagi keluarganya,” terangnya.
Ikhtiar Masih Dijalankan Non-Muslim
Ikhtiar manusia adalah dalam rangka memilih takdir Allah SWT untuk membuat karya yang direfleksikan dari Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail dengah membangun Ka’bah. Siti Hajar dengan berusaha mencari solusi atas ketiadaan ASI untuk anaknya, sebagai bagian ikhtiar.
“Ikhtiar akan menghadiran iradah Allah atas makhluk-Nya. Namun disayangkan bahwa ikhtiar tersebut banyak dilakukan oleh sebagian besar ummat non nuslim. Sehingga mereka mendapati ayat Qauniyah yang tersebar di semesta dengan akhirnya ilmu pengetahuan yang sebagian kita gunakan. Bagaimana dengan umat Islam, yang juga diberikan akal pikiran, apakah sudah didayagunakan secara optimal untuk kemajuan Islam itu sendiri,” paparnya.
Menutup kajian Ustadz Sulthon mengutip firman Allah swt surat Ali Imran ayat 92:
لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui,” kutipnya.
Tukang Sol Raih Haji Mabrur
Dia menjelaskan, ayat tersebut di atas dikaitkan dengan cerita dari Abdullah bin Mubarok (118-181 H/726-797 M), seorang ulama asal Marwaz, Khurasan, ketika menunaikan ibadah haji tertidur beliau bermimpi.
Penggalan cerita mimpi tersebut terdapat percakapan malaikat tentang seorang tukang sol sepatu yang berniat untuk ibadah haji. Sebelum berangkat, istri dari tukang sol yang sedang hamil mencium bau masakan dari tetangga dan sang istri mengharap kepada suaminya meminta sebelum ditinggal suaminya berangkat haji.
Atas kesetiaan dimintakanlah sebagian makanan dari sumber aroma makanan yang dicium oleh istrinya. Sesampai di rumah tersebut, sang ibu mengatakan, “Wahai lelaki, masakan ini haram bagimu tapi halal untuk kami,” kata ibu itu ditirukan oleh Ustadz Sulthon.
Lelaki tersebut bertanya, “Apa yang engkau masak sehingga tidak halal bagi saya,” tanya lelaki itu.
Sang ibu mengatakan, “Aku dan tiga anakku sudah tiga hari tidak makan. Hari ini aku melihat bangkai keledai untuk aku masak. Ini terpaksa saya lakukan karena kami tidak punya. Makanan ini dihalalkan bagi kami oleh Allah dan Rosul-Nya karena kemiskinan kami. Tapi tidak layak bagimu dan diharamkan bagi kamu lelaki yang bekerja,” terang ibu itu.
Mendengarkan cerita tersebut, seketika lelaki itu langsung berpamitan kepada ibu untuk menemui istrinya. Lelaki itu menyampaikan apa yang didapati. Dan mendiskusikan untuk memberikan bekal yang akan digunakan haji untuk diberikan kepada ibu yang miskin itu. Lelaki itu berkata kepada ibu, “Belanjakan ini untuk anakmu. Inilah perjalanan hajiku,” Ustadz Sulthon menutup ceritanya.
Ngaji Bonus Soto Lamongan
Ustadz Sulthon memaparkan alur cerita dari Muwaffak di Damaskus dalam mimpi ulama tersebut di atas sesuai dengan Firman Allah dalam al-Quran surah Ali-Imron ayat 92, bahwa kita tidak akan mendapatkan kebaikan sampai kita menafkahkan apa yang kita cintai atau butuhkan.
“Bahkan sebagaimana hikmah dari cerita itu, lelaki yang seharusnya menunaikan haji namun karena bekal yang digunakan haji diberikan kepada orang lebih membutuhkan, maka malaikat menyatakan lelaki tersebut mendapatkan predikat mabrur. Ternyata mabrur tidak harus berangkat haji, di rumah pun bisa,” tuturnya.
Setelah Pengajian Ahad Pagi ditutup, jamaah mendapatkan menu Soto khas Lamongan. Antusiasme warga yang mengikuti kajian untuk bersantap pagi terlihat dengan antrian dan kerumunan pada penyaji soto. Dapat ilmu dapat makan pula. Berkah ngaji di Masjid KH Ahmad Dahlan Gresik. (*)
Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.