Kearifan lokal dan falsafah yang dipegang masyarakat Bima menjadi modalitas utama dalam menjaga keseimbangan alam di sekitarnya.
PWMU.CO – Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Bima Dr Ridwan SH MH menjadi narasumber pada kegiatan interactive talk show. Yakni dalam kegiatan konsultasi publik dokumen rencana aksi adaptasi di kawasan DAS Sari, Selasa (8/6/22).
Acara tersebut diselenggarakan Lembaga Pengembangan Partisipasi Demokrasi dan Ekonomi Rakyat (LP2DER) Bima bersama OXFAM Indonesia pada pukul 09.00 WITA, bertempat di Hotel Marina Iin Kota Bima. Sebagai narasumber, Rektor Bima hadir didampingi tim penyusun rencana aksi API DAS Sari dan Tim BMKG, serta pembicara kunci Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima.
Pada aspek tinjauan akademis, menurut Dr Ridwan, pengelolaan lingkungan terhadap perubahan iklim, bahwa lembaga lembaga dunia internasional sudah melakukan upaya responsif sejak tahun 1972, yakni melalui konferensi tingkat tinggi PBB.
“Namun terjadinya peningkatan pertumbuhan manusia yang sangat pesat serta sifat antroposentris manusia, menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan,” ujarnya pada acara yang dihadiri 33 peserta, mulai dari unsur pemerintah, NGO, perwakilan desa, institusi pendidikan, LSM, media, serta komunitas peduli lingkungan.
Ridwan mengatakan, realitas yang terjadi dalam tata kelola pengelolaan lingkungan hidup sangat beragam. “Seperti ambisi peningkatan ekonomi masyarakat yang mengorbankan aspek ekologis, kemudian kesadaran masyarakat yang semakin berkurang, kebijakan keberpihakan dalam merawat ekosistem umumnya masih parsial, serta ditambah dengan kapasitas kelembagaan dan penegakan hukum yang belum memadai,” ungkap Rektor UM Bima. .
Sebagai upaya pengelolaan lingkungan hidup yang berkemajuan memerlukan solusi serta berbagai ragam pendekatan. “Pertama, pada ranah filosofis manusia mengenal adanya keseimbangan antara manusia dan alam serta puncak dari segalanya yakni alam dan manusia. Yang merupakan ciptaan Tuhan yang harus saling menjaga antara satu dengan yang lainnya, dengan memberikan manfaat secara mutualisme yang di kenal dengan teosentrisme,” paparnya.
Kearifan Lokal dan Falsafah Sebagai Modalitas Utama
Kedua, sebagai upaya pembangunan perkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan, dibutuhkan upaya tripatri meliputi pemerintah, masyarakat, dan lembaga lembaga Industri seperti perusahan. “Ketiga, di seluruh wilayah Indonesia masyarakat memiliki pemahaman lokal dalam melestarikan lingkungan yang harus dijaga,” tuturnya.
Modalitas yang paling utama pada masyarakat Bima, khususnya dalam pengelolaan lingkungan yakni adanya kearifan lokal parafu, animisme dan dinamisme. “Selain itu ada falsafah ngaha aina ngoho, maja labo dahu yang harus takut dan malu akan kesalahan serta kembali kepada al-Quran dan sunnah, sebagai landasan teologis Islam yang harus dilestarikan, dibaca, dan dipahami. Yakni oleh masyarakat sebagai wujud dari keseimbangan manusia dan alam,” pungkas Dr Ridwan.
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.