Empat Golongan Manusia
Selanjutnya, Nafi’ mengingatkan bahwa Imam al-Ghazali pernah mengelompokkan manusia ke dalam empat golongan.
“Pertama, yaitu rajulun yadri wa yadri annahu yadri, orang yang punya ilmu dan dia juga ngerti kalau dia punya ilmu. Maka dia wajib menyampaikan ilmu. Siapa itu? Mungkin pimpinan daerah Majelis Tabligh. Karena dia tau bahwa dia punya ilmu, maka kalau ilmu itu tidak disampaikan nanti tanggung jawab di akhirat,” terangnya.
Ia melanjutkan golongan yang kedua adalah orang yang punya ilmu tapi tidak menyadari bahwa ia punya ilmu.
“Rajulun yadri wa laa yadri annahu yadri. Orang yang punya ilmu, kemampuan, tapi dia tidak tau kalau dia punya ilmu. Di antara para peserta ini, mari kita cari. Siapa tahu ada singa podium di tengah-tengah kita, tapi mereka tidak menyadari itu. Tugas kita adalah mencari mereka ini,” jelasnya.
Yang ketiga ialah golongan yang disebut sebagai rajulun la yadri wa yadri annahu la yadri. Yaitu Orang yang tidak punya ilmu, dan dia tahu bahwa dia tidak punya ilmu.
“Inilah orang-orang yang mau belajar, karena tahu bahwa dia tidak punya ilmu. Nah jangan sampai jadi yang keempat berikut ini. Yaitu rajulun la yadri wa laa yadri annahu la yadri. Orang yang tidak punya ilmu tapi tidak sadar bahwa dia tidak punya ilmu. Ini orang-orang yang selalu mbangkang dan sok pinter,” terangnya.
Nafi’ menghimbau agar kader CMA menjadi golongan yang pertama, yaitu orang yang berilmu dan menyadari keilmuannya.
“Kalau bisa jadilah golongan yang pertama. Jika tidak bisa jadilah golongan kedua atau ketiga. Tahu bahwa punya ilmu, tampil ke depan. Dalam keadaan ringan atau berat, jihad dengan harta dan jiwa kota di jalan Allah,” harapnya.
Terakhir, ia berpesan bahwa di Muhammadiyah dan Aisyiyah hanya punya kumpulan ngaji. Ia pun berharap agar anggota CMA mendapat hidayah untuk bisa melaksanakan dakwah.
“Mudah-mudahan Allah memberi hidayah, sehingga berdakwah adalah sebuah kewajiban,” tegasnya.
Ia pun mengakhiri pengajiannya dengan membuka kegiatan CMA seraya mengajak peserta membaca basmalah bersama-sama. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni