Resafel Kabinet dan Politik Mebel ala Jokowi, oleh Dhimam Abror Djuraid
PWMU.CO – Kocok ulang atau resafel kabinet ditunggu dengan penuh antusiasme dan menimbulkan berbagai spekulasi. Kocok ulang diumumkan Rabu (15/6/2022). Nama-nama baru dimunculkan dan beberapa nama lama dilengserkan, dan yang terasa seperti anti-klimaks. Tidak ada yang mengejutkan. Nama-nama yang muncul bisa disebut sebagai L4, loe lagi loe lagi.
Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto sudah lama mengantre dengan sabar untuk mendapat jatah kabinet. Zulhas menunggu reward atas dukungannya terhadap kabinet Jokowi yang disebut tanpa syarat. Hadi Tjahjanto sabar menunggu guliran karena kesetiaannya yang panjang kepada Jokowi. Romansa politik Joko-Hadi ini berlangsung sejak keduanya masih sama-sama di Solo dan berlanjut sampai ke pentas nasional.
Kisah cinta politik ini mirip dengan hubungan Jokowi dengan Listyo Sigit Prabowo yang sekarang menjadi Kapolri. Keduanya sudah mulai saling lirik sejak di Surakarta. Ketika itu Jokowi menjadi walikota dan Listyo menjadi kapolres. Kisah cinta pun berlanjut sampai ke pentas nasional.
Dua kisah ini mempunyai skenario yang hampir sama. Jokowi mencari orang-orang terdekat untuk mengamankan posisi-posisi strategis. Untuk mencapai hal itu Jokowi berani merisikokan diri dengan melawan kontroversi, against all odds, melawan segala rintangan. Mengangkat panglima TNI dari kalangan angkatan udara tentu membutuhkan keahlian manuver tersendiri, dan Jokowi melakukannya dengan relatif aman dan nyaman.
Sukses dengan skenario Hadi Tjahjanto, Jokowi kemudian bermanuver lagi dengan Listyo Sigit Prabowo. Kali ini manuvernya harus lebih halus dan berhati-hati karena mengangkat seorang kapolri non-muslim adalah ‘’against all odds’’. Lagi-lagi, Jokowi bisa mendayung di antara dua karang dan bisa meloloskan orang dekat dan orang pilihannya menjadi kapolri.
Kalau Listyo bisa mengawal masa transisi 2024 sesuai dengan harapan Jokowi maka jalur reward di kabinet sudah menantinya sebagai menteri dalam negeri, seperti yang dinikmati oleh Tito Karnavian sekarang. Posisi menteri dalam negeri yang biasanya menjadi jatah parpol, di era Jokowi berubah menjadi jatah polri.
Hadi Tjahjanto sudah mendapatkan reward menjadi menteri agraria sesuai dengan amal kebaikannya kepada Jokowi. Menggeser Sofyan Djalil adalah manuver paling aman di antara pilihan yang ada yang bisa diambil Jokowi. Di antara sekian banyak menteri, Sofyan ialah pemegang rekor menteri terlama dalam kabinet. Sejak era SBY sampai dua periode pemerintahan Jokowi nama Sofyan selalu rajin menongol di jajaran kabinet.
Menggusur Sofyan nyaris tidak memunculkan risiko politik apapun bagi Jokowi. Apalagi rapor Sofyan selama menjadi menteri relatif datar dan tidak ada yang menonjol. Memberi jabatan menteri agraria kepada Hadi Thahjanto adalah pilihan yang aman karena tidak menjarah jatah partai.
Semula ada spekulasi bahwa Hadi akan menggeser Moeldoko sebagai kepala staf kepresidenan. Manuver politik Moeldoko selama drama rebutan Partai Demokrat membuat Jokowi tidak nyaman. Tetapi, menggeser Moeldoko dari posisinya akan membuat posisi Jokowi lebih tidak nyaman lagi. Karena itu menggeser Sofyan Djalil jauh lebih aman dan nyaman ketimbang menggeser Moeldoko.
Baca sambungan di halaman 2: Antrean Lama Zulhas