Putra Tokoh
Siapa Pak Prodjo? Dia lahir di Sleman Yogyakarta. Dia putra pertama Abdurrahman Martosupadmo. Sang ayah adalah pendiri dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sidoarjo. Selain itu, sang ayah menjadi Kepala Sekolah Kasultanan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 1920-1930.
Sebagai pimpinan Muhammadiyah dan pendidik, sang ayah sering mengajak Pak Prodjo-putra sulungnya-dalam kegiatan rapat maupun dakwah. Kegiatan dan cara mendidik seperti ini memang terbukti sangat bisa mempengaruhi secara positif perkembangan kepribadian seorang anak.
Saat usia sekolah, Pak Prodjo belajar di Hollands Inlandesche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) di Yogyakarta. Sementara, di sore hari dia belajar di Madrasah Wustho.
Pada 1942, Pak Prodjo mengikuti kursus Analis Gula di Yogyakarta. Lalu pada 1943 dia mengikuti kursus Pembantu Jaksa di Jakarta. Setelah lulus dari pendidikan yang disebut terakhir ini, dia bekerja sebagai Pembantu Jaksa di Kantor Kejaksaan di Yogyakarta. Itu dijalaninya sampai 17 Agustus 1945.
Jejak di Militer
Dalam perjalanan waktu, Pak Prodjo tertarik pada kemiliteran. Dia lalu masuk Akademi Militer Yogyakarta dan lulus 1947.
Pada 1950 Pak Prodjo mendapat tugas mengikuti Kursus Administrasi pada Nederlandse Militaire Missie di Hoofdkwartier Staf A (Ajudan Jenderal) di Bandung. Pada 1969, dia mengikuti kursus Pelaksana Pembangunan Angkatan I untuk Pejabat Pemerintah di Jakarta.
Tentang karir di militer, Pak Prodjo pernah ditugaskan di Direktorat Administrasi Angkatan Darat (DAMAD) dengan pangkat Letnan Dua. Terakhir dia berpangkat Kolonel TNI Angkatan Darat dan purnatugas pada 1975.
Di Berbagai Pengabdian
Pada periode 1962-1967 Pak Prodjo diangkat sebagai anggota MPRS. Juga, sebagai salah seorang Ketua Dewan Pimpinan Pusat Sekber Golkar pada 1966-1967.
Pada Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di Jakarta dan Bandung antara tahun 1960-1964, Pak Prodjo menjadi Staf Sekretariat. Juga, sebagai Seksi Pengerahan Massa.
Selain di Muhammadiyah, Pak Prodjo juga aktif di kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beliau menjadi Sekretaris MUI dua kali berturut-turut, yaitu ketika Ketua MUI dijabat oleh KH Syukri Ghazali dan KH Hasan Basri.
Baca sambungan di halaman 4: Sejarah Panjang