Bagai Kusir
Dirijen, sambungnya, harus memaksa penyanyi memperhatikan dirinya, sampai gerakan paling kecil pun. Bagai kusir, harus memegang kendali untuk menguasai arah dan kecepatan lagu.
“Kendali harus dipegang kuat, tidak boleh lepas,” tegasnya.
Semua dicontohkan Bu Uyun baik sambil berdiri dengan menggerakkan kedua tangannya maupun saat memberi contoh ketukan birama di atas gitar yang dibawanya. Kemudian dicontoh oleh peserta, baik dengan musik iringan gitar darinya ataupun dengan instrumen musik yang ada. Di awal ia memberi contoh menggunakan lagu Indonesia Raya dan Mars Aisyiyah.
Bu Uyun menjelaskan kesalahan yang sering terjadi saat membirama, pukulan ke bawah dan ke atas sama kuatnya. “Tempat pukulan 1,2,3,4 sama tingginya,” ujarnya. Gerakan terlalu lebar, dan terlalu banyak Gerakan membuat tidak jelas.
Untuk introduksi, intro harus menjelaskan awal lagu, tempo lagu yang tepat, suasana lagu-Mayor/Minor, dan suasana lagu/syair.
“Intro diambil dari partitur yang sudah ditulis, biasanya baris di akhir lagu,” jelasnya.
Intro berakhir pada akord yang mempermudah mulainya lagu dan tidak boleh diakhiri dengan ritardando (menjadi sangat lambat).
Kepada PWMU.CO, Bu Uyun sangat mengapresiasi para peserta. “Luar biasa. Meskipun peserta dari jauh-jauh, Pacitan, Banyuwangi, dan kota-kota lainnya, antusias dan kekuatan konsentrasi mereka tidak berkurang sampai akhir pelatihan, sampai diingatkan panitia karena waktu sudah habis,” ujarnya.
Dia melanjutkan, guru-guru TK Aisyiyah memang terbiasa haus ilmu. Terlihat dari semangat dan keseriusan ketika mengikuti materi yang diberikan. “Membirama bermacam lagu, dipraktikkan dengan baik dan bersemangat,” ujarnya bangga.
Memainkan angklung, dilakukan dengan rasa ingin tahu serta gembira. “Yang lebih melegakan lagi, praktik tiap kelompok menjadi dirijen angklung, dilakukan dengan sangat bagus. Semoga seluruh peserta bisa mentransfer hasil pelatihan dan mengimbaskan ke anak didik,” harapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni