Perjuangan Ustadz Yusuf, Mengubah Masjid Lorong Menjadi Masjid Tepi Jalan

Masjid Al-Muttaqien berada persis di samping SPBU Mbah Ratu Morokrembangan, Surabaya. Di sebelah timur terdapat Hotel Antariksa. 

Perjuangan Ustadz Yusuf, Mengbah Masjid Lorong Menjadi Masjid Tepi Jalan, liputan Fadhilah Aliannah, Kontributor PWMU.CO Gresik.

PWMU.CO – Membuka akses jalan menuju lokasi masjid dan memiliki lahan parkir bagi jamaah memang terus diupayakan oleh Masjid Al Muttaqien Surabaya. Dan Ustadz Mochammad Yusuf, menjadi satu tokoh penting dalam usaha yang tak kenal lelah tersebut.

Menjabat sebagai sekretaris takmir masjid, sosok berperawakan tinggi besar ini begitu gigih dalam mewujudkan impian terhadap kesempurnaan bangunan masjid yang berdiri tahun 1972 itu dan terletak persis di samping SPBU Mbah Ratu Morokrembangan, Surabaya, di sebelah timur terdapat Hotel Antariksa.

Masjid yang semula berada di ujung lorong kecil, kini telah dapat diakses dengan mudah. Tokoh-tokoh Muhammadiyah para pendiri masjid yang identik dengan menaranya yang berwarna biru ini memang telah lama meninggal dunia. Namun kegigihan mereka dalam memakmurkan masjid menurun kepada putra-putra mereka.

Turun-temurun sebagai Pemakmur Masjid

Para era tahun 1970-an, tokoh Muhammadiyah seperti Abdul Hamid, Abdul Haris, Imam Nukhan, Fadlan, merupakan figur utama dalam pendirian dan pengembangan Masjid Al Muttaqin. Keuletan dan kegigihan para tokoh ini dalam memakmurkan masjid menjadikan putra-putra mereka tergerak hatinya untuk mengikuti jejak langkah orang tuanya. 

Seperti halnya Muhammad Zawawi dan Taufiqulloh Ahmady yang merupakan putra dari Abdul Hamid. Sedang Yusuf adalah putra dari Fadlan yang kala itu sebagai salah satu pengurus masjid. 

Saat Yusuf masih menempuh pendidikan di FIAD (Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah)—sekarang termasuk Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Masyhudi yang merupakan kakak kandung Yusuf juga mewarisi kegigihan ayahnya memakmurkan Masjid Al Muttaqien. 

Akan tetapi, Masyhudi meninggal dalam usia yang relatif muda, sehingga sempat dikhawatirkan kepengurusan masjid akan terbengkalai. Di saat itulah, Yusuf memutuskan untuk lebih fokus dalam melanjutkan perjuangan kakaknya itu. 

“Saat kakak saya meninggal tahun 2016, saya tergerak untuk melanjutkan perjuangannya mewujudkan cita-citanya agar Masjid Al Muttaqin ini makin hidup dan berkembang,” kata lelaki yang memulai keaktifannya di Muhammadiyah Ranting Krembangan Surabaya ini. 

Baca sambungan di halaman 2: Butuh Rp 1 Miliar untuk Bebaskan Tanah

Uustad Muhammad Yusuf (kanan)

Butuh Rp 1 Miliar untuk Bebaskan Tanah

Tak berhenti dengan membangun menara masjid hingga masjid dapat terlihat meski berada di lorong sempit. Yusuf kini bertekad agar masjid dapat diakses dengan mudah dan memiliki lahan parkir yang memadai dengan membeli rumah dan tanah yang berada tepat di depan masjid. 

Tanah itu dihargai satu miliar rupiah dan harus dapat dilunasi dalam waktu hanya satu tahun. Hingga kini, keuletan Yusuf dalam menggalang dana demi pembebasan tanah patut diacungi jempol. 

Berbagai upaya dilakukan oleh pria kelahiran 19 Juni 1973 ini. Promosi dengan mengirim proposal secara langsung maupun lewat media online. Hingga berbagai kegiatan yang dapat menggugah masyarakat menyalurkan zakat, infak, maupun sedkah tak pernah surut dilakoninya.

Upayanya membuahkan hasil hingga setidaknya dana sebesar Rp 580 juta terkumpul dalam tempo kurang dari enam bulan. Penggalangan dana dimulai pada bulan Februari 2022 dengan dipasangnya banner besar bertuliskan “Dijual untuk Masjid” di lokasi rumah dan tanah yang akan dibeli. Hingga terkumpullah dana dari para donatur yang tersebar hingga dari luar pulau. Bahkan, ada beberapa masjid yang ikut menyumbang. 

Namun kekurangan dana saat ini masih terasa berat untuk dipenuhi. Yusuf berharap, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur ataupun Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberi perhatian akan keberadaan masjid tersebut. Sehingga diharapkan turut memiliki andil agar pembebasan tanah segera terlunasi. 

“Pernah ada ibu-ibu dari Pimpinan Wilayah Aisyiyah yang keheranan, ternyata ada masjid di sini,” kisah Yusuf Pada PWMU.CO, Senin (27/6/22). Dia menegaskan bahwa masih banyak pimpinan Muhammadiyah yang belum mengerti keberadaan Masjid Al Muttaqien.

Yusuf mengatakan, bagi yang ingin membantu penyelesaian pendaaan ini bisa menghubungkan dirinya di nomor 0851-0085-8662.

Baca sambungan di halaman 3: Berbuat untuk Masyarakat

Masjid Al-Muttaqien berada persis di samping SPBU Mbah Ratu Morokrembangan, Surabaya. Di sebelah timur terdapat Hotel Antariksa. Perjuangan Ustadz Yusuf, Mengubah Masjid Lorong Menjadi Masjid Tepi Jalan

Berbuat untuk Masyarakat

Meski saat ini suami Asiyah Nurmi ini sedang sakit, tetapi inovasinya dalam kegiatan kemasyarakatan terus ia lakukan. 

“Sakit bukan halangan untuk terus berkarya. Semakin banyak kegiatan, sakit jadi tak terasa,” katanya sambil tertawa. Selain sebagai pengurus masjid, Yusuf juga menangani TK Al Muttaqin, yang kemudian dibangun menjadi lebih baik. 

Di tempat tinggalnya pun, Yusuf berperan sebagai pengurus RT di Gadukan Rukun Morokrembangan Surabaya. Di tangannya, berbagai inovasi kampung telah terlaksana. Di antaranya, menjadikan kampungnya sebagai kampung kreatif, kampung parikan, dan kampung pendidikan, hingga memperoleh juara.

Penghijaun dan pembangunan terus diikhtiarkan bersama warga. Hingga dibuatlah suatu kesepakatan bersama dengan warga. Bahwa di Kampung Parikan yang dia pimpin itu harus melaksanakan budaya tertib dan disiplin waktu. Isinya yaitu kesepakatan akan jam-jam yang harus ditaati. Kapan waktu untuk belajar, nonton TV, jam bermain dan jam berinternet. Semua disepakati dan berlaku untuk setiap warga.

Bahkan, skripsinya mengenai Dakwah di lokalisasi dijadikan mantan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sebagai bahan rujukan dalam mengelola daerah yang terkenal akan lokalisasinya di Surabaya. 

Hal ini diketahuinya saat Staf Khusus Menteri Sosial RI Dr Fauzan Amar, datang berkunjung ke ke Lazismu Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya. 

Saat itu Fauzan bercerita ada skripsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya yang dijadikan bahan rujukan, atas nama Yusuf. Sontak Yusuf berkata, “Loh itu skripsi saya Pak.” 

Rupanya Fauzan tak menyangka bahwa skripsi yang dimaksud adalah tulisan dari pria yang ada di hadapannya sendiri.

Yusuf berprinsip hidup itu banyak berbuat untuk masyarakat. Prinsipnya itu berdasar pada hadist Nabi yang artinya, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR Bukhari). 

Baca sambungan di halaman 2: Sosok yang Lembut Hati

Masjid Al-Muttaqien berada persis di samping SPBU Mbah Ratu Morokrembangan, Surabaya. Di sebelah timur terdapat Hotel Antariksa. Perjuangan Ustadz Yusuf, Mengubah Masjid Lorong Menjadi Masjid Tepi Jalan

Sosok yang Lembut Hati

Ternyata, sosok yang tampak garang di luar ini memiliki kelembutan hati yang luar biasa. Pria yang kini tinggal bertiga dengan istri dan anak angkatnya ini mudah terenyuh bahkan menangis. 

Pernah saat seorang tukang becak yang menginfakkan becaknya untuk pembangunan masjid, dia langsung terenyuh dan menangis. Pernah juga saat seorang sopir trailer yang tanpa sengaja menabrak tembok bangunan di samping masjid. Sang sopir tak punya uang selain yang akan diserahkan ke masjid sebagai ganti. Peristiwa ini pun sudah membuatnya menangis terharu.

Rupanya, berbagai cobaan hidup membuat Yusuf menginterpretasikannya untuk selalu optimis dan bersemangat dalam menjalani kehidupan. Cobaan begitu mendalam yang pernah dihadapinya hingga menjadi sosoknya yang sekarang adalah ketika dia ditinggal oleh orang-orang yang disayanginya. 

Saat ia kehilangan kakaknya di usia muda dan saat ia harus kehilangan kedua buah hatinya. Itulah yang menjadikannnya semakin yakin bahwa ada proses pembelajaran di balik semua takdir yang sudah ditetapkan Allah.

Seperti dalam firman Allah dalam al-Qquran surah al-Baqarah 155-156 yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (155). (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version