Pentingnya Tabayun
Lantas, bagaimana cara mengecek kebenaran suatu berita yang kita terima? Fatoni mengimbau untuk cek di Google dan website berita terpercaya. Menyikapi hal ini, Fatoni mengungkap, kalau ada kabar kematian tokoh, misalnya, terutama tokoh lokal, PWMU.CO langsung menulis guna menyajikan berita kematian yang tepat.
“Kalau nggak ada media ternama (merilis berita kematian tokoh yang diberitakan wafat), misal Detik, Kompas, Liputan6, Muhammadiyah.or.id, ya berarti nggak usah disebarkan (kabar kematian hoaks)! Ini yang disebut dengan semangat surat al-Hujurat ayat 6,” jelas dia.
Dia lalu meminta peserta pengajian untuk melafalkan surat al-Hujurat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِي
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Dari surat itulah Fatoni menekankan, “Empat belas abad yang lalu, al-Quran telah mengingatkan kepada kita kalau ada orang fasik datang kepadamu, maka bertabayunlah. Cek lah!”
Berbeda dengan negara Amarika Serikat yang menjadikan hoaks sebagai hiburan, Fatoni mengingatkan, “Kalau di sini nggak boleh karena ada UU ITE! Kasihan yang tertimpa karena ketidaktahuannya.”
Maka, Fatoni mengimbau, “Saring dulu sebelum sharing! Jangan hanya suka shairng(membagi). Jangan hanya, ‘Saya yang tahu pertama info ini, saya yang pertama menyebarkan’!”
Itulah mengapa prinsip utama di jurnalistik, jangan percaya. Fatoni mengajak tabayun, ragu (skeptis), agar mau melakukan cek dan recek. “Boleh percaya, tapi setelah dilakukan observasi! Jangan langsung di-share, nanti menyesal karena merugikan orang lain,” imbuhnya. (*)