PWMU.CO – Berkumpulnya juataan jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah dengan pakaian ihram yang sama, serba putih, menjadi simbol bahwa manusia itu sama derajatnya.
Dosen Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Pimpinan Muhammadiyah Yogyakarta Muhammad Muhajir Lc MA menyampaikan hal itu dalam khutbah Idul Adha, Sabtu (9/7/2022).
Ribuan jamaah memadati halaman Masjid KH Ahmad Dahlan Gresik yang digelar Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Banjarsari, Cerme.
“Sesungguhnya manusia sama derajatnya di hadapan Allah. Yang membedakannya adalah takwa,” ujarnya dalam khutbah yang dibacakan selama 35 menit.
Semangat persaamaan derajat manusia itu pula yang menjadi salah satu pesan Nabi Muhammad SAW dalam haji wada (perpisahan).
Nabi SAW, mengatakan, orang yang paling baik atau mulia di antara kalian ialah yang paling bertakwa kepada Allah. Tidak ada keistimewaan bagi orang Arab atau bangsa yang bukan Arab (ajam), kecuali dengan takwa.
Ustadz Muhajir kemudian mengupas surat al-Hujurat ayat 13.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “
Menurut Muhajir, ada tiga hikmah yang bisa dipetik dari ayat tersebut. Pertama, manusia itu satu keturunan dari Adam dan Hawa. Karena itu dia menepis teori-teori penciptaan manusia yang mengatakan manusia bukan dari Adam dan Hawa.
Kedua, prinsip hubungan sesama manusia adalah saling mengenal (litaarafu) karena manusia diciptakan berbeda-beda: bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.
Ketiga, kemuliaaan manusia di sisi Allah didasarkan pada ketawaannya. “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk manusia tapi melihat ketawaannya,” ujarnya.
Dia lalu menghubungkan ketakwaan itu dengan Nabi Ibrahim. Muhajir menjelaskan Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah contoh simbol ketaatan hamba pada Tuhannya.
Berbagai ujian telah dialami oleh Ibrahim. Tapi karena ketaatan, keikhlasan, dan ketawaannya itu membuatnya lulus dalam ujian, termasuk saat harus mendapat perintah berat untuk menyembelih anak yang disayanginya. Itulah sebabny Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah yakni kekasih Allah.
Di bagian lain khutbahnya, Muhajir menerangkan keteladanan Nabi Ibrahim dalam membina keluarganya. (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni