Yang Mampu Wajib, Bagaiman yang Tidak?
Dia menambahkan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA: “Barang siapa yang mempunyai keluasan rezeki dan tidak berkurban, maka jangan pernah mendekati tempat shalat kami” (HR Ibnu Majah).
Shodikin mengatakan, hadits ini menegaskan, kurban itu bukan sekali seumur hidup, tetapi setiap tahun sepanjang kita memiliki kelapangan rezeki.
“Sunnah mu’akkadah kifayah hukumnya. Artinya sunnah yang sangat dianjurkan dan keterwakilan dari ahlul bait (keluarga besar) kita, ” tegasnya.
Dia mengatakan bagi orang yang sepanjang hidupnya miskin (tidak mampu), janganlah khawatir karena Rasulullah SAW telah menyebutkan kurban beliau juga untuk keluarga besarnya, umatnya, dan untuk orang yang tidak mampu berkurban sepanjang hidupnya.
Hal itu terungkap saat beliau berdoa: “Dengan menyebut nama Allah, Allah yang Maha Besar, ya Allah ini kurban dariku dan orang yang tidak pernah berkurban dari umatku.” (HR Abu Dawud dan Thirmidzi)
Menurut Shodikin, kurban adalah ibadah yang menyeimbangkan kita agar secara pribadi memiliki keshalehan kepada Sang Maha Pencipta. Dan secara sosial kita memiliki kebaikan cheeped sesama, shaleh vertikal dan sholeh horisontal. Dia lalu menguti al-Quran surat al-Hajj ayat 36
“…. lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur” (al-Hajj: 36)
Dia menerangkan, yang diterima oleh Allah SWT bukan fisik dari binatang termasuk yang kita sembelih untuk berkurban. Tetapi ketakwaan kita, yang dengan ketakwaan itu, menumbuhkan rasa ihlas untuk memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki untuk mendekatkan diri kipada Allah SWT. Sedangkan daging dari binatang itu untuk ibadah social kepada sesama. Shodikin lalu melengkapinya dengan surat al-Hajj : 37 “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.”
“Semangat untuk berkurban, semangat untuk memberi, dan rasa peduli kepada sesama, inilah nilai-nilai yang harus kita junjung tinggi dan kita sebarluaskan untuk izzul Islam wal muslimin dan islam yang rahmatan lil’alamin,” tuturnya. (*)
Penulis M Faried Achiyani Editor Mohammad Nurfatoni.