Kesungguhan untuk Berubah
Dalam pandangan Islam ketimpangan yang terjadi di Indonesia sebagaimana ditunjukkan oleh data-data di atas tidak akan bisa berubah jika bangsa Indonesia itu sendiri tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk merubahnya (ar-Ra’d: 11).
Ayat ini dengan jelas mengingatkan kepada kita bahwa perubahan keadaan suatu bangsa mensyaratkan adanya kesungguhan dalam melakukan perubahan. Perubahan tidak akan terwujud kalau tidak ada kemauan dan kemampuan serta kesungguhan untuk merubahnya. Perubahan yang diinginkan harus disengaja dan dirancang dengan sungguh-sungguh, yang melibatkan berbagai komponen bangsa ini.
Menyadari akan hal di atas, maka semua pihak yang mempunyai kemampuan perlu melakukan berbagai usaha sinergis sesuai bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Pemerintah melaksanakan political will dengan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil yang kurang mampu. Demikian juga elemen-elemen masyarakat yang mampu juga melakukan gerakan filantropi.
Masifkan gerakan menyintai sesama manusia dan nilai kemanusiaan, gerakan menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga, dan harta yang dimiliki untuk menolong orang lain yang kurang mampu, sehingga secara bertahap dan sistemik akan mengangkat warga masyarakat yang lemah menjadi kuat, dan akhirnya juga memperkuat Indonesia sebagai bangsa di pentas dunia.
“Umat Islam perlu secara terus-menerus menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran baru untuk berbagi kepada masyarakat miskin dan lemah.”
Semangat untuk berkurban di hari raya ini di beberapa daerah telah menunjukkan antusiasme yang luar biasa, sehingga daging kurbannya melimpah. Sementara itu di sebagian wilayah Indonesia yang lain sangat minim, bahkan tidak ada yang berkurban. Semangat berkurban harus melahirkan semangat untuk berbagi, bukan hanya berbagi kepada masyarakat di sekitar, tetapi juga perlu diperluas jangkauannya sampai di daerah-daerah yang masuk dalam kategori daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Kita perlu mengurangi ego sektoral dan mengembangkan ego komunal, semangat yang bersifat lokal perlu dikembangkan lagi dengan membangun semangat lintas sektoral, lintas daerah, dan lintas wilayah, sehingga kita yang mampu secara bersama-sama ikut memberikan sentuhan pertolongan untuk membahagiakan dan mengangkat mereka dari kondisi yang ada.
Semangat berkurban dan berbagi ini tidak cukup hanya dilakukan pada Idul Adha, tetapi perlu diteruskan pada hari-hari dan bulan-bulan berikutnya. Umat Islam perlu secara terus-menerus menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran baru untuk berbagi kepada masyarakat miskin dan lemah.
Tak Sekadar Butuh Daging
Masyarakat yang kurang mampu tidak hanya butuh daging kurban, tetapi mereka membutuhkan kehidupan yang lebih baik secara lahir dan batin, fisiknya sehat, kebutuhan ekonominya tercukupi, anak-anaknya punya kesempatan untuk menempuh pendidikan sampai pendidikan tinggi, dan mendapatkan pekerjaan yang baik, sehingga pada akhirnya mereka juga ikut saling berbagi kepada sesama.
“Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Nabi Muhammad SAW
Islam mengajarkan kepada kita untuk peduli terhadap anak yatim dan orang miskin, bahkan ditegaskan bahwa orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin termasuk orang yang mendistakan agama (al-Ma’un: 1-7).
Oleh karena itu kita tidak boleh abai terhadap urusan anak yatim dan orang miskin. Mereka harus kita santuni dengan membagikan sebagian harta yang kita miliki. Allah menegaskan “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran: 92).
Kemauan kita untuk berbagi kepada sesama manusia, terutama bagi mereka yang tidak mampu, dengan memberikan sesuatu yang baik bagi mereka, adalah wujud kecintaan kita terhadap meraka. Rasulullah dalam haditsnya menegaskan. “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain dinyatakan “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Editor Mohammad Nurfatoni